Lihat ke Halaman Asli

Hauraa Dhiyaaulhaqq

Mahasiswa Psikologi di Bandung

Toxic Positivity: Penyemangat yang Berujung Penekanan

Diperbarui: 19 April 2021   07:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi.

Tak bisa dipungkiri, setiap insan yang bernyawa pasti menghadapi masalah setiap harinya. Pada dasarnya semua orang mengharapkan keberhasilan dan kesuksesan dalam hidupnya. Namun jalan hidup tak selamanya lurus, kadang berbelok atau bahkan bertikung tajam. Setelah mengalami kegagalan, seringkali kita mencari orang yang dapat membangkitkan semangat atau hanya ingin sekedar berkeluh kesah menuangkan perasaan di hati. Respon yang kita terimapun beragam, mulai dari sesuai yang kita harapkan atau malah bertolak belakang dengan harapan.

"Kamu harus bersyukur"

"Kamu jangan nangis terus, ujianmu ga seberapa"

"Kamu harus sabar"

"Masih banyak orang yang lebih susah dari kamu"

"Kamu masih mending, aku kemarin lebih parah loh"

“Itu cuman perasaan kamu aja”

“Gitu aja kok ngeluh, kamu harus lebih semangat”

“Kamu jangan mikir kejauhan, itu belum tentu terjadi”

Kata-kata diatas adalah contoh dari sebagian kata-kata yang lumrah dilontarkan kepada seseorang yang telah berkeluh kesah menceritakan tentang keadaan hidupnya. Dengan perkataan diatas, tanpa disadari kita dituntut untuk selalu menganggap bahwa "semua baik-baik saja", tidak ada yang harus ditakutkan, dan tidak ada yang harus ditangisi. Kita dituntut untuk selalu bahagia pada semua keadaan, tidak peduli dengan apa yang sebenarnya terjadi. Namun jika semuanya harus terlihat baik-baik saja, bagaimana dengan perasaan sedih, marah, kecewa, dan perasaan-perasaan lain yang kita rasakan?

Sedih, marah, senang, bahagia, dan takut merupakan sebagian contoh dari emosi manusia. Emosi adalah suatu reaksi tubuh menghadapi situasi tertentu. Setiap orang memiliki emosi dan dapat merasakan emosinya karena dalam otak manusia terdapat sistem limbik.  Sistem limbik sering dijuluki otak emosional karena terdiri dari hipotalamus, amigdala, talamus, girus cingulatus, hipokampus. Jika setiap manusia memiliki macam-macam emosi, lalu mengapa manusia dituntut harus selalu bahagia?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline