Lihat ke Halaman Asli

Puisi | Maaf, Malamku

Diperbarui: 4 Mei 2019   19:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Malam yang sunyi bertaburan gemintang juga indah sinar rembulan. Sungguh indah. Tapi, tidak pada malam itu.

Malam itu menyapaku dengan awal yang sangat indah, di sambut dengan kata juga kalimat yang begitu memabukkan.

Namun, aku tak pernah menyangka jika, itulah akhir waktu kita bersama, akhir kala salam kau ucap dengan kata perpisahan.

Semuanya berubah menjadi sendu, hanya air mata dan kekecewaan yang menemani.

Setelahnya, semua tak baik, karena setiap malam menyapa hatiku hanya makin teriris, mengingat segala yang kisah yang telah habis.

Hingga bait demi bait ini tertulis rapi mewakilkan kerapuhan hati.

Maaf, Malamku
Karya: Hasyyati Melanie

Sampai kapan aku harus memberontak? Pada malam yang tak berdosa.

Sampai kapan aku harus membenci? Pada malam yang selalu hadir dengan hitam pekatnya.

Malam, sampai kapan air mata ini selalu mengalir? Kala kurasa dirimu begitu lambat untuk pergi.

Aku sadar, tak seharusnya aku membencimu malam, hanya karna satu kesalahan yang tak pernah kau perbuat. Aku tau, kau hanya menjadi saksi atas semua itu, tapi mengapa malam? Mengapa kau harus hadir kala itu, menemani piluku, malam dimana aku mengenal arti sebuah kata 'kehilangan'

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline