Lihat ke Halaman Asli

Pandangan Baru Mendidik Anak

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dalam mendidik anak selama 7 tahun ini tentu banyak teori-teori yang saya terima mengenai pendidikan anak khususnya pendidikan di rumah (orangtua). Secara general, ada 2 aliran dalam mendidik anak. Pertama cara konvensional yang menjunjung tinggi kedisiplinan dan aturan. Kedua cara baru yang sekarang menjadi tren yaitu memberi kebebasan penuh ke anak. Cara kedua ini bisa dibilang menguasai kebanyakan seminar soal anak dalam satu dekade terakhir.

Cara kedua adalah cara revolusioner yang memang menggebrak cara lama yang selama ini dipakai oleh orangtua kita. Namun tentu saja cara ini tidak sepenuhnya disetujui terutama oleh golongan terdahulu. Selain itu cara kedua ini juga belum terbukti karena hasil dari generasi ini baru bisa kita lihat mungkin 20 tahun ke depan.

Tapi, bagaimanapun cara kedua ini adalah cara yang banyak digemari oleh orangtua sekarang ini karena dianggap sesuai dengan perkembangan jaman. Lalu bagaimana dengan Anda? Cara mana yang akan Anda pakai untuk "membentuk" anak Anda?

Identifikasi Diri

Bagi saya, mendidik anak tidak bisa kita samaratakan. Setiap anak mempunyai karakter bawaan yang tentu tidak bisa kita lupakan ketika mendidiknya. Untuk itulah, saya lebih suka mendidik anak dengan didahului dengan yang disebut "identifikasi diri" anak. Baru setelah itu kita akan tahu mana cara yang kita gunakan apakah itu cara konvensional atau cara baru.

Identifikasi diri pada dasarnya adalah mengenali anak dengan lebih dalam. Kita harus tahu betul lokasi karakter anak sebelum memberikan pengaruh kepada anak. Misalnya, dalam skala sangat pemalu sampai sangat sombong, di manakah titik karakter anak kita. Atau dalam skala sangat sangat pemaaf sampai sangat pemarah, di mana posisi anak kita. Dalam skala sangat pendiam sampai sangat jago membantah, di mana posisi anak kita.

Anda bisa menambahkan karakter-karakter lain selain yang saya tulis di sini. Namun pada intinya tujuan kita adalah mengenali dengan baik anak kita.

Penerapan

Jika kita sudah mengenali anak kita, kita bisa menentukan metode yang akan kita pakai untuk anak kita. Misalnya, anak kita termasuk anak yang sangat pemalu, maka akan lebih baik jika kita gunakan cara kedua yaitu cara yang membebaskan anak kita untuk bereksplorasi. Dalam teori yang banyak berkembang, kita jangan sampai membatasi ketika dia akan melakukan sesuatu.

Namun seandainya anak kita terlalu pede (percaya diri) sehingga masuk kategori sombong, rasanya kita harus menerapkan cara pertama (konvensional) untuk mengendalikan potensi berlebih anak kita. Sombong bukan sesuatu yang baik untuk dikembangkan. Kendalikan... Dan cara konvensional menurut saya lebih tepat untuk kasus seperti ini.

Dan seandainya anak kita berada di titik tengah dari garis karakter yang kita buat, ya berarti kita harus menggunakan 2 metode dengan seimbang. Logika aturan konvensional dan juga logika baru harus kita gunakan bersama-sama.

Jangan sampai kita terjebak oleh salah satu metode yang akhirnya membuat anak kita menjadi tidak seimbang. Kita ingin anak kita menjadi anak pede, tapi jangan sampai kita menjadikan anak kita anak yang sombong. Kita ingin anak kita menjadi anak yang sabar, tapi jangan sampai membuat anak kita menjadi anak yang tidak berdaya menghadapi tekanan.

Gunakanlah selalu keseimbangan dengan terlebih dahulu mengidentifikasi diri anak kita.

Sudahkah Kita?

Proses identifikasi diri adalah mutlak kita lakukan untuk mengenali anak kita. Namun sayang, seringkali diskusi seperti ini agak sulit dilaksanakan. Jangankan mengidentifikasi diri anak, sedangkan identifikasi diri orangtua sendiri biasanya belum dilaksanakan. Kebanyakan orangtua juga belum sadar betul bagaimana sifat diri mereka sendiri.

Kita juga perlu tahu bahwa identifikasi diri kita sendiri sangatlah penting. Kita harus mengenali diri kita sendiri. Dengan begitu kita tahu bagaimana harus berbuat dalam kehidupan sehari-hari. Hanya saja, apakah kita peduli dengan apa yang dirasakan orang lain terhadap tingkah laku kita?

Hasyim MAH

hasyimmah.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline