Lihat ke Halaman Asli

Buzzer dan Hegemoni Isu Papua di Media Sosial

Diperbarui: 8 Januari 2022   10:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pergolakan politik di Papua memasuki ranah internet khususnya media sosial seperti Twitter dan Facebook. Selain media sosial, ranah media massa digital juga tak luput dari pembahasan seputar politik di Papua. 

Mengacu pada (Ganjar, Husin, & Hendra, 2018), media sosial digunakan sebagai alat yang populer untuk mengartikulasikan politik bagi masyarakat. 

Dalam konteks isu politik di Papua, Veronica Koman adalah salah satu seseorang yang sering mengamplifikasi isu mengenai pelanggaran HAM serta gejolak politik antara pemerintah pusat dan Papua. Selain menjadi alat untuk mengartikulasikan politik, media sosial juga dapat digunakan untuk memperkuat suatu wacana baik oleh penguasa maupun masyarakat.

Dalam perjalanannya, penggunaan media sosial sebagai jalan yang demokratis bagi mengemukakan pendapat atau political stand tidak berjalan mulus. Adanya framing pada berita akan terlihat pada pemilihan sumber, kutipan maupun pemilihan judul, ini menunjukkan bahwa disajikannya suatu berita tidak lepas dari adanya aspek realitas yang ditonjolkan atau dibesarkan. Indonesia sebagai negara demokratis tentu menghendaki komunikasi tanpa batas, maka dari itu seharusnya pers atau media apapun terlepas dari intervensi negara (Cangara, 2009).

Kemudian penyakit seperti hoaks dan misinformasi bermunculan yang parahnya tak jarang diproduksi oleh penguasa dalam rangka menghegemoni narasi di media sosial. Hal tersebut tentu bertolakbelakang dengan semangat demokrasi yang diharapkan terjadi pada ruang media sosial.

Berbicara mengenai misinformasi dan hoaks yang beredar mengenai isu di Papua, pemerintah terbukti turut serta dalam memproduksi misinformasi dan hoaks tersebut. 

Kementrian Komunikasi dan Informasi adalah salah satu lembaga pemerintah yang turut serta dalam memproduksi hoaks. Pada 2019, Kemkominfo sempat menguji fakta cuitan Veronica Koman di Twitter. 

Isi cuitan Veronica Koman mengenai pengepungan aparat dan ormas terhadap asrama mahasiswa Papua di Surabaya disimpulkan sebagai misinformasi oleh Kemkominfo. 

Kemkominfo mengatakan Veronica Koman menyebarkan hoaks karena mengatakan bahwa ada dua mahasiswa Papua diculik. Stempel hoaks yang dikeluarkan oleh Kemkominfo pada cuitan tersebut dijadikan alasan mengapa pemerintah memadamkan internet di Papua. 

Setelah ditelaah oleh tim uji fakta dari Tempo, ternyata Veronica Koman tidak pernah mengatakan ada penculikan. Veronica hanya berkata bahwa ada penangkapan dan itu sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

Veronica Koman meminta Kemkominfo memberikan klarifikasi serta permintaan maaf terbuka karena dianggap telah melakukan pencemaran nama baik (Ningtyas, 2019).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline