Lihat ke Halaman Asli

Potensi Makam Waliyullah Eyang Jaya Kusuma Sebagai Ecomuseum di Kabupaten Subang

Diperbarui: 23 Desember 2021   15:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Gambar 1. Gapura Makam Waliyullah Syekh Eyang Haji Jaya Kusuma

Subang ialah sebuah wilayah yang menjadi pusat pemerintahan kota di Jawa Barat yang terkenal dengan Nanas Si Madunya. Secara geografis, Wilayah Kabupaten Subang terkenal dengan lokasi yang sangat strategis dan menguntungkan. Kabupaten Subang juga wilayah yang lengkap secara letak administratifnya, seperti dikelilingi oleh daratan, lautan, pegunungan, dan perbatasan antar kabupaten lainnya (Pemerintah Kabupaten Subang, 2018).

Selain menjadi wilayah yang startegis dan menguntungkan, Subang juga merupakan kabupaten yang kaya akan hutani, pesawahan, destinasi wisata, kuliner, peternakan, dan tempat-tempat bersejarah. Tempat-tempat bersejarah ini tersebar di beberapa titik kecamatan, contohnya di Kecamatan Kalijati, Subang, Tanjungsiang, Cisalak, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, secara tidak langsung Subang dikenal sebagai salah satu wilayah yang memiliki nilai historis.

Lalu, Subang juga dikenal sebagai wilayah yang memiliki banyak destinasi wisata, antara lain wisata alam, restoran, tempat rekreasi, taman pemandian, museum, hingga destinasi spiritual. Tak heran banyak makam-makam keramat tempat para tokoh penting di zaman dulu disemayamkan. Tokoh-tokoh yang dimakamkan itu biasanya ulama atau sunan yang memegang peran sebagai penyebar agama Islam.

Bukti dari adanya destinasi spiritual di Kabupaten Subang ini ditemukannya Makam Waliyullah Syekh Eyang Haji Jaya Kusuma atau masyarakat sering menyebutnya “Makam Eyang Jaya Kusuma”. Makam Eyang Jaya Kusuma ini lokasinya di Kampung Dayeuh Luhur, Desa Cimanggu – Kecamatan Cisalak. 

Mayoritas pengunjung yang datang adalah warga lokal, tetapi ada juga pengunjung dari luar daerah. Ketika berkunjung, kalian akan bertemu masyarakat Cimanggu yang biasanya mengantarkan pengunjung dari luar daerah ke lokasi. Mereka melakukan hal itu, karena jarak dari jalan raya ke lokasi memakan waktu yang lama dan menempuh jarak sekitar empat kilometer dengan menggunakan kendaraan roda dua atau empat. 

Dikutip dari (Husaeni, 2020), biasanya pengunjung yang datang bertujuan untuk berziarah atau sekedar mendoakan leluhur, tapi banyak tujuan yang dimiliki pengunjung selain berziarah di makam ini, seperti berdoa diberikan jodoh, kekayaan, jabatan, dan lain-lain. Nah, masyarakat di sana sering menyebut kegiatan berdoa ini sebagai “ngalap berkah”. 

Lalu, diketahui juga katanya Eyang Jaya Kusuma ini dulunya adalah seorang keturunan Mataram yang semangat menyebarkan agama Islam di Wilayah Selatan Kabupaten Subang di masa penjajahan. Setelah meninggal, Eyang Jaya Kusuma ini dimakamkan di kawasan perbukitan tepat di tengah hutan bambu, yang sekarang makamnya berpotensi untuk dijadikan ecomuseum. Lokasi makamnya pun cukup dekat dengan pemukiman warga, sehingga makam ini dikelola langsung oleh masyarakat sekitar. 

Selain makam Eyang Jaya Kusuma, ternyata ada dua lokasi makam tokoh yang keramatkan juga dan masing-masing makamnya sedikit berdekatan. Bentuk dari ketiga makam tersebut juga sama, yaitu dibuat dari batu sederhana yang sekarang dilapisi tanah berlumut, dikelilingi batu besar, dan terdapat tunggul atau nisan sebagai penanda. Untuk makam pertama, yaitu makam Eyang Jaya Kusuma dan istrinya. 

Gambar 2. Makam Eyang Jaya Kusuma dan Istri

Makam kedua ada makam Eyang Badra Kusuma atau dikenal sebagai Eyang Santri. Makam ketiga adalah makam Eyang Tirta Kusuma yang dikenal sebagai Eyang Kuwu. 

Gambar 3. Makam Eyang Santri dan Eyang Kuwu

Ada fakta mengejutkan, yang mana di lokasi dekat makam Eyang Santri ditemukan makam Eyang Sapingping yang konon katanya Eyang Sapingping dimakamkan hanya bagian pahanya saja dengan bagian tubuh lainnya dikubur terpisah, karena pada saat itu Eyang Sapingping memiliki ilmu kebal yang mengharuskan bagian tubuh lainnya dikubur terpisah. Sebagai informasi bahwa penamaan Eyang Sapingping berasal dari bahasa Sunda, yaitu "Pingping" yang artinya Paha. Dari filosofi tersebut, terkadang banyak dari pengunjung yang datang dengan tujuan yang sedikit melenceng, biasanya untuk “ngélmu” atau menginginkan ilmu kekebalan dan kejayaan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline