Lihat ke Halaman Asli

Delusi

Diperbarui: 18 Juni 2015   04:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kubah masjid Andalusia Sentul. Photo by @sureadin.

Malam semakin dalam, suara jangkrik semakin nyaring terdengar. Tapi malam ini berbeda karena jangkrik tidak sendiri: suara takbir menggema dari masjid di seluruh kota, diselingi letusan petasan yang tak henti-hanti. Jalanan masih sedikit basah sisa hujan tadi sore.

Saya duduk di teras depan rumah sambil memandangi jalan. Sesekali satu dua kendaraan roda dua atau roda empat melintas. Sepertinya banyak orang – terutama anak muda- yang merayakan malam takbiran ini di jalan di tengah kota. Saya sendiri tidak pernah menghabiskan malam takbiran di luar rumah. Adik-adik dan keponakan sudah tidur, juga bapak-bapaknya. Tinggal ibu-ibu di dapur menyempurnakan persiapan hidangan lebaran untuk besok pagi. Mungkin ini tipikal di semua rumah orang pada malam ini. Demi mengisi waktu lengang ini saya ambil kunci motor dan mencoba berkeliling. Ternyata jalanan penuh ramai, banyak pemuda-pemudi, kendaraan dan petasan. Polisi berjaga-jaga di sudut kota. Saya membelokkan ke jalanan yang agak sepi. Di lapangan-lapangan terlihat pemuda menyiapkan lajur-lajur shaf dengan rafia, dan sesekali terdengar sound system dicoba. Saat angin malam yang dingin menerpa wajah, saya mencoba merenungi satu bulan ke belakang. Satu hal yang saya pelajari dalam Ramadhan kali ini: betapa pikiran dan perasaan kita bisa begitu delusional. Di tengah puasa, saat siang hari dan matahari sedang terik-teriknya, pikiran dan perasaan saya mengatakan bahwa makanan dan minuman apa pun rasanya sangat nikmat seandainya bisa dimakan/minum pada saat itu. Namun saat waktunya berbuka, setelah satu cawan es buah saya habiskan, rasanya es buah itu tidak senikmat yang saya bayangkan pada saat siang hari. Saya mencoba meyakinkan diri saya pada esok siangnya bahwa makanan dan minuman itu sebenarnya tak seindah yang saya bayangkan, tapi pikiran dan perasaan saya tak mampu menerimanya. Di siang hari, tetap saja akal saya berpikir bahwa nikmat sekali makanan dan minuman itu seandainya bisa disantap di siang bolong. Bahkan makanan-makanan kecil yang jarang saya makan pun akan nampak begitu menggairahkan. Begitulah, maka saya menyimpulkan bahwa pikiran dan perasaan kita bukan representasi kebenaran. Ia bisa jadi hanya sebuah delusi .

A delusion is a belief held with strong conviction despite superior evidence to the contrary (Wikipedia)

Saya pikir inilah kelemahan utama manusia. Pikiran dan perasaanya bergantung pada keadaan. Saat lapar dan haus, makanan apapun nampaknya begitu lezat. Saat perut sudah kenyang, berkuranglah gairah pada makanan itu. Manusia tidak mampu berpikir jernih dan melahirkan kebenaran yang hakiki karena selamanya ia bergantung pada apa yang ia rasakan pada saat itu. Maka begitu sesatnya manusia yang menjadikan akal sebagai dasar langkah kehidupannya? Dari sudut pandang ini saya mencoba mendefiniskan; iman adalah meyakini bahwa kebenaran hakiki bukanlah dari apa yang ia pikir dan rasakan, tapi apa yang datangnya dari Allah SWT. Dan taqwa adalah kemampuan untuk mengendalikan perilaku sesuai dengan kebenaran hakiki tersebut, terlepas dari apa yang ia pikir dan rasa. Inilah yang diajarkan dari ibadah puasa. Puasa adalah miniatur kehidupan. Siang hari bisa diibaratkan kehidupan dunia, dan waktu berbuka adalah kematian. Bedanya, kehidupan hanya satu kali, tidak ada restart dan tidak bisa diganti atau diulang. Maka kehidupan dan nikmat dunia ini bisa jadi hanyalah delusi. Apa yang kita pikir dan rasakan nikmat, indah dan menyenangkan selama di dunia ini, kebenarannya bukan itulah kenikmatan yang hakiki. Fajar sebentar lagi datang dan saya harus segera beristirahat. Akhirnya, taqabbalallahu minna wa minkum, siyamanaa wa siyaamakum. Semoga Allah menerima ibadah kita selama bulan Ramadhan ini. Semoga Allah sampaikan kita pada Ramadhan berikutnya. Selamat hari raya Ied Al-Fitr, mohon maaf lahir dan batin. Bogor, 28 July 2014/1 Syawwal 1435.

Kubah masjid Andalusia Sentul. Photo by @sureadin.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline