Lihat ke Halaman Asli

Hastira Soekardi

TERVERIFIKASI

Ibu pemerhati dunia anak-anak

Perang

Diperbarui: 13 April 2022   02:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

perang/https://news.okezone.com

Aku terpana melihat apa yang aku lihat sekarang. Aku berada di tengah pertempuran. Peluru menyasar banyak sasaran. Suara berdengung begitu keras di telinga. Aku hanya bisa duduk menundukan kepala sambil menutup telinga. Mengapa aku ada di sini?

            "Bangun. Cepat pergi dari sini,"tegur seseorang yang berlari bersama keluarganya. Aku mengikuti mereka pergi. Langkah mereka begitu jauh , suara tembakan masih terdengar. Dan sampailah di suatu tempat , mungkin suatu penampungan sementara orang yang mengunsgi. Aku duduk bersama mereka. Raut wajah cemas dan katakutan anak-anak terlihat jelas. Terdengar suara tangisan dan ada yang mengeluh sakit. Aku menghampiri nenek tua di sana.

            "Kenapa nek?"

            "Aku tertembak," tukasnya sambil memperlihatkan lengannya. Tapi aku tak melihat tenaga medis. Aku berlari mencari tenaga medis.. Tak ada satupun yang tahu.  Aku mulai takut mendengar jeritan kesakitan nenek itu. Tak ada yang bisa menolongnya. Aku menanyakan kali ada yang punya dasar kesehatan sehingga paling tidak bisa mengobati melakukan sesuatu buat nenek itu. Tapi tak ada satupun yang tahu. Sepanjang malam nenek itu menggerung kesakitan. Sudah aku beri parasetamol. Untung dalam tasku aku selalu membawa obat-obatan. Untuk sementara waktu nenek itu bisa tidur. Mungkin setelah pengaruh obat itu habis dia akan mengerang kesakitan lagi. Aku mencoba tidur.

Tiba-tiba terdengar suara ledakan yang besar. Semua orang menjerit dan berlarian untuk menjauh dati tempat ini. Tempat ini sudah tak aman lagi. Aku menggedong nenek itu dan berusaha untuk terus berlari, walau langkahku mulai melambat dan akhirnya aku taruh nenek tersebut di tanah. Suara ledakan semakin kencang.

            "Biarkana aku disini, jangan bawa aku. Pergilah." Nenek itu menyuruhku untuk pergi. Aku bingung. Aku mearsa kasihan tapi suara tembakan semakin gencar dan terdengar. Akhirnya dengan berat hati aku tinggalkan nenek tersebut setelah beulang kali nenek itu menyuruhku pergi. Beberapa kali aku tersandung dan bangkit lagi. Yang ada dalam pikiranku adalah lari secepatnya. Dan tiba-tiba ada yang menarik lenganku. Seorang tentara memegang lenganku dan senapan sudah ada di depan hidungku.

            "Ampun pak, jangan tembak. Jangan tembak" ampuuuun. Aku terbangun . alhamdulilah hanya mimpi rupanya. Tapi tubuhku berkeringat semua, seperti habis lari .

Aku mulai kesal dengan banyak berita di sana sini dan trending topik di twitter. Satu bela sini satu bela sana. Padahal namanya perang itu membuat orang menderita bahkan di duniapun dapat dampaknya. Apapun alasannya perang itu gak ada manfaatnya. Aku mulai mengajak orang-orang membantu orang yang terkena dampak perang. Donasi untuk mereka yang terkena perang. Tapi hanya segelintir orang saja yang mau menyumbang. Mengapa?  Apa banyak yang gak peka? Apa mereka cuek? Ternyata aku baru tahu karena yang berperang bukan dari golongannya, makanya banyak yang gak peduli. Aku mengerti sekarang . Ternyata untuk menolong orangpun orang melihat siapa yang akan ditolongnya?  Uh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline