Aku sebuah boneka yang terpajang di etalase sebuah toko. Entah mengapa, aku mulai risi saat orang-orang dewasa mulai memegangku. Di luaran sana katanya sedang ngetrend orang melihara boneka seperti makhluk hidup. Sungguh aneh sekali. Yang aku tahu aku akan selalu dimainkan oleh anak-anak. Dan aku membayangkan mereka akan bermain dengan diriku sebagai mainan anak-anak. Tapi ini orang dewasa yang memperlakukan boneka sedemikian hebatnya. Sampai boneka dianggap hidup, diberi baju yang mahal-mahal. Bahkan ada yang bilang diberi arwah. Entah benar atau tidak. Kalau aku sih maunya yang beli adalah anak-anak yang akan mengajak aku bermain .
Tapi kenyataaannya aku dibeli oleh seorang wanita cantik. Sesampainya di rumah, aku langsung digendong dengan penuh cinta. Aku didekapnya dengan penuh kasih. Dan perempuan itu selalu menyebut Clara . Apakah aku diberi nama Clara? Entah mengapa aku melihat kesenduan di mata perempuan itu. Namanya Bu Sinta. Mata cantiknya selalu terlihat sendu. Tak pernah aku lihat binar-binra di matanya. Seperti tak hidup. Aku selalu didekapnya dan aku merasakan air matanya sering jatuh ke tubuhku. Bolak balik bu Sinta menghapus airmatanya.
"Clara, andai kau masih hidup, mama gak akan kesepian. Pasti kau sudah besar." Aku dipeluk erat olehnya begitu kuat. Aku juga merasakan kesedihan. Clara anaknya sudah tiada. Sinta merindukan anaknya. Ah, mungkin aku dibeli untuk melepaskan rindu pada anaknya. Kalau aku hidup ingin kupeluk bu Sinta. Ingin kuhibur dirinya agar bersedih. Aku bisa jadi pengganti Clara. Tapi itu gak mungkin karena aku hanya sebuah boneka. Benda mati.
Waktu aku ditaruh di ruang makan. Terdengar bisik-bisik dari pembantunya. Mendengarnya ada perasaan sedih .
"Wah, bu Sinta sudah jadi gila rupanya. Dia berbicara dengan boneka."
"Kasihan ya. Andai saja anaknya masih hidup. Tentu bu Sinta tak akan seperti ini."
Aku jadi tahu. Clara didapat setelah 10 tahun pernikahan. Sungguh keajaiban dan membuat bu Sinta bahagia. Tapi kebahagiaanya tak berlangsung lama. Pengasuh bayinya teledor saat menjaga Clara. Clara terjatuh tepat di kepalanya dan tak tertolong lagi. Dan mulai saat itu bu Sinta selalu murung.
"Bu Sinta belum bisa meluapkan peristiwa itu ya,"tukas pembantunya. Mereka menatap majikannya dengan perasaan sedih.
Aku ikut merasakan kesedihan bu Sinta. Setiap hari bu Sinta mencurahkan isi hatinya, rasa sayangnya terhadap Clara sambil memeluk diriku. Dan air matanya selalu terjatuh di tubuhku. Aku bisa merasakan kesedihannya. Dan aku tak pernah bosan mendengarkannya. Aku pendengar yang baik. Aku boneka yang tak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa mendengarkan keluhan bu Sinta. Seperti anak kecil yang sedang bermain boneka selalu mengajak bonekanya bermain. Begitulah hubungan aku dan bu Sinta.
Seteha hampir 6 bulan aku menjadi pendengar setia dan aku mulai lihat perubahan pada bu Sinta. Dia mulai terlihat lebih ceria dan waktu untuk memeluk diriku sudah mulai berkurang. Tampaknya dia sudah mulai sedikit melupakan kepilaunnya. Tapi kalau dia teringat aku akan dipeluknya sambil menangis. Hanya itu saja. Bu Sinta hanya melampiaskan kesedihanny saja, karena dia tak tahu harus pada siapa dia mengeluh.