Lebaran sudah dekat. Dan lebaran kali ini sama dengan tahun lalu. Tak boleh mudik. Tapi justru ini menguntungkanku kenapa? karena ada sebuah janji yang aku buat untuk Esih yang sampai sekarang aku tak bisa tepati. Janji yang membuat aku masih bertahan di kota Jakarta.
Kota yang menjadi tumpuan harapan tapi kenyataannya begitu kejam buat diriku. Pergi dari desa untuk mengadu nasib dengan bekal ijasah lulusan SMA tapi hanya bisa sebagai buruh yang tenaganya diperas dan hasil yang sulit untuk ditabung. Tidur seperti dendeng yang berjejer bersama-sama teman senasib agar biaya kost bisa ditanggung bersama. Semua dia lakukan hanya untuk Esih.
Jika uangnya sudah cukup aku berniat membeli ladang dan aku bisa berkebun di desa. Tapi, uang yang aku kumpul belum bisa membeli ladang. Biaya hidup di Jakarta yang besar membuat aku tak bisa menabung banyak. Lalu kapan aku akan kembali ke desa.
Aku tahu Esih sudah menungguku. Apalagi Esuh bercerita kalau dia mau dijodohkan oleh pria pendatang yang buka toko pertanian di sana. Aku tak rela Esih jadi milik orang lain. Lalu aku harus bagaimana? Pulang dengan tabungan sedikit? Ladang tak terbeli lalu aku harus kerja apa?
Masih teringat pertemuan terakhir bersama Esih. Aku tatap matanya dan berjanji akan pulang setelah tabunganku cukup.
"Akang tak perlu pergi. Seberapapun hasil akang kerja Esih terima, asal akang jangan pergi,"tukas Esih memelas apdaku.
"Akang janji, akang akan kumpulkan uang untuk membeli ladang. Ini buat modal kita hidup, Esih. Tenang , akang bakal kembali." Begitulah aku berjanji. Tapi janji itu semakin tahun aku berada di Jakarta, semakin aku bingung. Ternyata tabunganku belum cukup untuk kembali . Esih selalu mengeluh agar aku kembali. Di sisi lain aku belum mau kembali sebelum uangku cukup. Tapi semua ada batasnya. Aku tahu itu. Dan Esih akan dijodohkan dengan pria lain. Apa aku rela? Lebaran kali ini aku tak mungkin pulang karena corona . Tapi masih ada waktu ke sana sebelum lebaran atau sesudah lebaran? Dengan tabungan seadanya?. Sungguh aku tak ingin membuat malu ibuku. Bekerja di Jakarta lama tapi yang dibawa sedikit.
Barusan Esih menelpunku. Sambil menangis ia memintaku pulang.
"Tapi tabunganku belum cukup?"
"Tak apa, apa akang tega aku dinikahkan dengan Dede?"tanyanya lagi. Aku terdiam
"Lalu bagaiamana dengan janjiku? Bagaimana dengan nanti , masa aku hanya jadi garap ladang orang lagi?"