Nah, kalau kuliner gudeg memang sudah banyak orang yang tahu. Kalau aku sih sudah familiar banget karena ayahku dari Jogja. Jadi kalau ke rumah nenek pasti dimasakin gudeg. Dan aku lebih suka gudeg yang kering. Cuma kalau yang gak terbiasa dengan rasa manis katanya gudeg bikin eneg.
Memang sih beberapa penjual ada yang menjual gudeg dengan rasa manis banget. Memang begitu , tapi sekarang sudah banyak yang menyesuaikan dengan lidah bukan orang Jogja sehingga tak terlalu manis lagi.
Kuliner gudeg ini sudah ada sejak jaman dulu sekiatr tahun 1500an. Pada saat pembangunan kerajaan Mataram di Alas Mentoak, di sana banyak tumbuh pohon nangka. Banyaknya buah nangka yang berbuah membuat masarakat sana berpikir bagaimana mengolah buah nangka ini. Terutama jenis nangka muda /gori yang sering gak terpakai.
Akhirnya nangka muda itu direbus sampai empuk. Dan diberi bumbu seperti bawang merah, bawang putih , ketumbar, kemiri, lengkuas, daun salam , santan dan gula aren atau gula jawa. Karena menggunakan gula aren sehingga warnanya coklat.
Memang masakan ini dibuat untuk masarakat biasa. Waktu itu untuk pekerja-pekerja. Karena jumalah pekerja banyak sehingga harus merebus dalam jumlah banyak juga makanya saat mengaduk menggunakan alat pengaduk yang mirip dengan dayung perahu. Dan di Jogja teknik mengaduk ini dikenal dengan hangudeg atau hangudeg. Jadilah nama makanannya gudeg.
Tahun 1600an makanan gudeg ini menjadi populer sehingga suka dihidangkan untuk tamu kerajaan. Jenis gudeg sendiri ada gudeg basah dan gudeg kering. Awalnya sih yang dikenal adalah gudeg basah. Malah sekarang ada gudeg yang sudah dikalengkan.
Nah, di kota Jogja ini ada kampung wisata gudeg yang sudah populer, ada di daerah Wijilan.Memang kampung ini dibangun pemerintah untuk melestarikan kuliner gudeg ini. Kampung Wijilan ini terletak di selatan Plengkung Tarunasura atau Plengkung Wijilan. Dan sebelah timur dari alun-alun uatara. Awalnya di Wijilan ini hanya satu yang menjual yaitu bu Slamet.
Bu Slamet mengawali berjualan gudeg di sana awal tahun 1942. Bermula dari kampung ini akhirnya bermunculan orang yang berjualan gudeg, seperti warung Yu Djum, gudeg Permata dan gudeg-gudeg yang lainnya.
Sekarang ini ada gudeg yang rasanya pedas bukan manis. Tapi penampakan luarnaya saja sama , seperti ada opor ayam, krecek, telur pindang. Memang gudeg Wijilan ini rasanya khas dan termasuk jenis gudeg kering. Di sini banyak dijual gudeg kering dan bisa dibawa untuk oleh-oleh. Dan tempatnya bisa pilih. Bisa dari besek , daun , atau kendi yang sudah dibakar.
Dan kebetulan datang ke Wijilan diantar pengendara becak motor yang membantu kami berkeliling kota Jogja. Sepanjang jalan jualan gudeg. Awalnya sempat bingung mau pilih yang mana. Memang sih direkomendasikan gudeg Yu Djum tapi katanya gudegnya terlalu manis. Akhirnya jatuh ke warung bu Widodo. Pesan nasi gudeg dan es teh manis.
Karena sudah terlalu lama tak datang ke sini,makanya rasanya enak banget. Dan membawa gudeg untuk dibawa pulang untuk oleh-oleh. Oh ya saat di warung Widodo juga ada pengamen yang main gitar dan nyanyi dan suaranya merdu. Nikmatnya makan gudeg sambil ditemani lagu-lagu lama .. Sehingga mengenang kenangan lama sambil menikmati gudeg di Wijilan.