Lihat ke Halaman Asli

Hastira Soekardi

TERVERIFIKASI

Ibu pemerhati dunia anak-anak

Cerpen | Balada Penari Sintren

Diperbarui: 29 Juni 2019   07:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: negerikuindonesia.com

Akhirnya aku menyerah juga. Setelah berulang kali melamar pekerjaan setelah lulus SMA tapi apa daya nasibku belum mujur. Selalu berakhir dengan penolakan. Banyak yang bilang aku terlalu pilih-pilih. 

Tapi apa aku tak boleh selektif? Aku ingin bisa memperbaiki kehidupan keluargaku. Bapak dan ibu adalah pekerja seni. Seni sintren. Aku tak mau menjadi bagian dari mereka. Bapak dan ibu tak bisa menurunkan pekerjaannya untukku seperti bapak dan ibu .

"Gimana nduk? Ini sudah waktu yang kamu janjikan untuk meneruskan sintren ini,"tukas ibu. Aku hanya bisa mengangguk lesu. Sebetulnya beban berat bagiku. Bukan karena hanya mau mengubah nasib tapi aku tak begitu suka dengan sintren dengan bau mistisnya. 

Aku takut dengan kemistisan sintren ini dan gak siap untuk jadi penari sintren. Selama ini ada perempuan yang dipekerjakan ibu, tapi sebentar lagi dia akan menikah. Penarinya harus yang perawan. Aku begitu takut dengan roh yang nantinya akan merasuki diriku. 

Ketakutan yang selalu menghantuiku malam --malam ini. Entah mengapa aku selalu mimpi dimasuki roh yang tak mau keluar lagi dari tubuhku. Membuat tubuhku semakin liar dan tak terkendali. Dan aku akan terbangun dengan keringat yang mengalir di sekujur tubuhku.

Sore ini , pertama kali aku menjadi penari sintren. Ibuku merangkul diriku. Ibu tersenyum bahagia . Kelak anaknya yang akan meneruskan sintren ini.

"Tenang nduk, gak apa-apa. Pak Soleh pawang yang sudah ahli, gak perlu takut,"tukas ibu. Sepertinya ibu mengerti ketakutan diriku. Sore itu di lapangan sudah berkumpul banyak orang. Suara riuh terdengar. Dan semua personel sudah kumpul untuk berdoa besama agar pertunjukannya selamat. Aku mulai dibawa masuk ke dalam kurungan dalam keadaan tangan terikat.. Dan mulailah terdengar suara alat musik  begitu keras. Aku  duduk dengan tubuh gemetar. Aku mulai keluar dengan penampilan yang berbeda dan mulai menari-nari. Aku merasakan bukan aku yang menggerakan seluruh tubuhku. Ada orang lain. Siapa dia?

"Kau tak ikhlas yang berperan sebagai sintren?" aku mencari-cari siapa yang bicara. Suara itu menanyakan lagi. Ah, suara dari yang memasuki tubuhku.

"Iya, aku gak suka dan takut sekali. Aku benci ini," tukasku.

"Apa kamu mau selamanya begini,?

"Ya, gimana lagi. Memang kamu tahu caranya aku bisa gak jadi penari sintren lagi?" aku mulai kesal dengannya. Apa maksudnya mencampuri urusanku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline