Lihat ke Halaman Asli

Hastira Soekardi

TERVERIFIKASI

Ibu pemerhati dunia anak-anak

Sensasi Yoga

Diperbarui: 10 Agustus 2018   02:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar : bajusenam.web.id

Kali pertama aku mengenal yoga dari mas Dinu. Mas Dinu memperlihatkan beberapa foto latihan anak didiknya. Sepertinya menarik. Tapi ada sedikit keraguan dalam diriku. Kebayang kan gerakan yang terlihat lentur, sedangkan tubuhku sangat kaku. Entahlah mas Dinu pakai jampi-jampi apa sehingga aku mulai tertarik untuk ikutan.

Tapi kalau sendiri rasanya bakal gak ada teman. Kurang semangat. Dan akhirnya Lita mau menemaniku untuk mencoba yoga. Rasanya penasaran jadi masih terlihat semangat , kurang tahu kendala apa yang akan dihadapi bagi pemula sepertiku.

Dan benar saja pengalaman pertama yang menakjubkan. Perut rasanya seperti diaduk-aduk. Dari berdiri, jengking dan banyak lagi gerakan yang bikin susah diriku. Aku hanya diam dan sekali-kali menghela nafas berat. Begini ya namanya yoga. Tapi Lita mulai mengeluh.

            "Pusing."

            "Mual."

            "Gak kuat, aku gak kuat," begitu keluhnya. Tampak kesal di wajahnya. Aku sih gak bisa menghibur dirinya , soalnya akupun merasakan tubuhku seperti dipelintir. Kebayang sama manusia karet yang begitu lentur. Apa aku bisa jadi manusia karet kalau latihan yoga. Kalau gak bisa buat apa yoga. Katanya sih buat sehat.

            "Mau sehat kok gini-gini amat ya,"keluh Lita.

            "Ya , sudah , kayaknya habis ini enak makan ," tukasku. Dengan kondisi yang lemah mampirlah di warung jalanan bubur ayam. Untungnya bubur ayamnya memang enak. Dan rasanya agak seger, mungkin karena kehabisan energi sehingga kadar gula menurun. Segelas teh manis membuat tubuhku lebih segar. Walau aku tahu malam nanti tubuhku bakal remuk redam.

            "Untung ada bubur, mualnya agak berkurang." Lita sih sempet muntah di kamar mandi.

Kali kedua, masih belum nyaman sih. Hanya memang sudah mulai berkeringat. Tapi tetap saja tubuh masih serba kaku. Dan menjelang akhir tubuhku kayaknya sudah mulai lemas sekali. Dan bayang-bayang bubur ayam menari-nari di pelupuk mataku. Cakue, kacang, suwiran ayam. Begitu menggiurkan. Dan fokusku bukan pada pelatihnya tapi pada bayang-bayang bubur ayam.

            "Bu, nambah lagi. Tuh piringnya sampai bersih tandas," tukas penjual bubur

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline