Lihat ke Halaman Asli

Hastira Soekardi

TERVERIFIKASI

Ibu pemerhati dunia anak-anak

Uniknya Beripat Berigong, Seni Bela Diri dari Belitung

Diperbarui: 6 Juni 2018   20:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: dokumentasi pribadi

Pastinya kita sudah mengenal seni bela diri. Di Indonesia sendiri seni bela diri banyak ragamnya. Setiap daerah punya ciri khasnya termasuk di Belitung. Gerakan-gerakan yang ada di seni bela diri menjadikan ciri khas suatu daerah. Di Belitung dikenal dengan nama Beripat Berigong. Dalam permainannya pemain menggunakan rotan dengan bentuk tertentu. 

Ada wasit sebagai pemandu pertandingan yang dikenal dengan juru pisah. Jadi para pemain akan berusaha untuk memukul punggung lawan dan dilarang untuk memukul kepala, daerah pinggang ke bawah. Pemenangnya adalah yang paling sedikit dapat pukulan di punggungnya. Ada adu seperti ini tapi dilarang untuk adanya dendam antar pemain, main dengan sportif karena diadakannya adu tangkas ini juga untuk mempererat tali silaturahmi antar kampung. 

Uniknya pemukul rotan ini diberi mantra sehingga saat mengenai punggung tak terasa sakit. Dan baru terasa saat sudah sampai di rumah masing-masing.

Musik pengiringnya terdiri dari bunyi-bunyian yang berasal dari serunai, gong,kelinang, tawak-tawak, gamelan dan gendang. Sayangnya seni bela diri ini sudah mulai ditinggalkan, tak banyak lagi orang yang menguasai seni bela diri ini.  Ternyata seni bela diri ini ada asal muasalnya kenapa sampai di daerah Belitung ini ada.

Dulu di daerah Kelaka Gelanggang ada seorang gadis yang terkenal cantik. Akibatnya banyak pria yang suka dan mau menjadikan istrinya. Pria itu ada yang berasal dari kelaka yang sama bahkan dari kelaka lain. 

Banyak yang melamar gadis ini Dan orang tua gadis itu tahu  pria yang melamar anaknya punya ilmu yang tinggi sehingga orang tua memberikan satu syarat untuk melamar putrinya. Syarat tersebut harus memenangkan undian untuk mendapatkan purtinya, dimana undiannya ditetapkan oleh para pelamarnya sendiri tanpa campur tangan orang tua putri tersebut. 

Mereka sepakat untuk main puku-pukulan dengan rotan, mengadu ilmu masing-masing dan yang kena di bagian punggungnya itu yang kalah. Kalau keduanya terkena pukulan dilihat yang paling sedikit terkena pukulan. Dan pada hari yang ditentukan banyak pelamar yang datang untuk mengadu nasib. 

Di sana sudah ada bunyi-bunyian dan saat bunyi-bunyian berlangsung petarung mulai ngigal/menari berputar-putar. Dan mulai berseru untuk menghadapai jagoan-jagoan yang ada. Menurut cerita karena banyak yang berilmu yang tinggi maka tak ada yang menang dan tak ada yang kalah. Entah siapa yang mendapatkan putri itu.

Atraksi baripat ini sudah jarang dilakukan lagi karena banyak hal. Salah satunya karena untuk memainkannya tak mudah. Harus selamatan terlebih dahulu, pembangunan rumah tinggi/bale peregongan setinggi 6-7 meter yang diberi tangga untuk penabuh naik. Dan untuk menaikan alat musik ke atas akan dipimpin oleh seorang dukun. Permainan ini dilakukan malam hari. 

Sudah ada lawannya dan sudah disetujui juru pisahnya maka kedua lawan membuka bajunya dan harus terlepas dari pinggang ke atas dan kepala ditutup dengan kain. Tangan kiri dikebat untuk menangkis pukulan lawan. Jadi permainan ini hanya tinggal kenangan karema hanya sedikit yang memainkannya. Banyak hal yang harus dilakukan untuk menampilkan seni bela diri ini yang semuanya terasa menyulitkan. 

Perlu cara agar seni bela diri ini tidak punah seiring sejalan. Bisa saja seni bela diri yang bisa dipelajari atau sebagai sumber daya tarik wisatawan untuk datang ke Belitung. Mungkin aturan yang ada bisa dikurangi sehingga seni bela diri ini masih bisa ditampilkan sebagai daya tarik wisata atau olahraga yang diperlombakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline