Petani tembakau adalah petani yang bekerja di bidang pertanian tembakau. Tembakau sendiri merupakan tanaman yang digunakan dalam pembuatan sigaret seperti Sigaret Kretek Tangan (SKT). Pekerja lokal merupakan orang yang bekerja di daerah tempat tinggal pekerja tersebut seperti pekerja pabrik sigaret.
Pekerjaan merupakan hal yang dibutuhkan manusia demi memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, papan dan sandang. Sulit nya mendapat pekerjaan menyebabkan terjadi pengangguran. Hal ini berdampak buruk terutama bagi kesejahteraan sosial masyarakat. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) terdapat 7,86 juta orang pengangguran pada agustus 2023 di Indonesia. Faktor penyebabnya sangat beragam, salah satunya minimnya penyedia lapangan pekerjaan dan syarat minimal sarjana menyulitkan para pelamar pekerjaan.
SKT memainkan peran penting dalam dunia pekerjaan. Dimana para pekerja tidak diharuskan lulusan sarjana asalkan memiliki keterampilan, kecepatan, serta ketelitian dalam bekerja. Sebanyak 97% pekerja SKT merupakan perempuan berdasarkan data AMTI (Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia) mereka tidak hanya bekerja, tetapi juga menjadi tulang punggung keluarga. Seperti untuk biaya makan, pendidikan, transportasi, hingga kesehatan anak-anaknya sehingga perlunya perlindungan bagi para pekerja agar terciptanya rasa aman dan kebijakan yang tepat dari pemerintah. Pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tangan ini banyak diminati terutama perempuan sebab tidak tergolong pekerjaan berat yang menguras tenaga. Adanya nilai seni tersendiri dalam pembuatannya membuat sigaret kretek tangan sangat diminati oleh berbagai kalangan.
Hadirnya SKT diawali tahun 1913 dimana produksi pertama dilakukan secara massal, dibuat dengan cengkeh dan mencampurkan bahan lainnya sehingga menciptakan sigaret melalui proses linting. Tahun 1950-an berdiri pabrik sigaret, dan semakin berkembang tahun 1970 hingga sekarang terjadi ekspor di berbagai negara. SKT berperan dalam menjaga keseimbangan ekonomi nasional melalui pajak, sebagaimana diatur undang-undang nomor 28 tahun 2009 yang nantinya digunakan pemerintah daerah provinsi untuk berbagai program yang diadakan pemerintah. Selain menekan keseimbangan ekonomi melalui pajak, SKT membantu para petani tembakau dalam memenuhi kebutuhan hidup, berdasarkan penelitian universitas brawijaya pendapatan petani tembakau sekitar 2.672.520 rupiah perbulan. Hal ini membantu perekonomian masyarakat lokal terutama petani dalam menjaga mata pencaharian mereka. SKT turut membantu Pedagang seperti pengecer sigaret demi membantu usaha kecil mereka sehingga tercipta roda perekonomian dalam mengentaskan kemiskinan di berbagai daerah Indonesia.
Dalam pembuatan SKT, diperlukan tembakau sebagai bahan dasar pembuatannya. Tembakau memegang peran penting dalam keberlangsungan hidup para petani tembakau. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2022 terdapat 225,7 ribu ton tembakau dimana mengalami penurunan dari tahun 2021 sejumlah 261.011 ton. Dengan Provinsi Jawa timur memegang produksi terbanyak yaitu 100.600 ton, disusul Nusa tenggara barat sebanyak 55.700 ton, jawa tengah 53.700 ton, jawa barat 8.800 ton, hingga lampung 400 ton. Sebanyak 99,6% tembakau merupakan hasil dari perkebunan rakyat yang dikelola usaha kecil atau usaha rumah tangga untuk kebutuhan rumah tangga dan sebanyak 0,4% dikelola perusahaan besar negara atau swasta. Disaat menurunnya jumlah tembakau, terdapat kebijakan yang membuat kesal petani, yaitu pasal 154 RUU (Rancangan Undang-undang) kesehatan yang mengatakan tembakau termasuk narkotika sehingga ini perlu perbaikan demi kesejahteraan petani kedepannya. Peningkatan jumlah tembakau berdampak bagi meningkatnya jumlah SKT dan berdampak pada peningkatan jumlah pekerja sehingga semakin luasnya lapangan pekerjaan dan ini berdampak positif bagi pengurangan tingkat pengangguran di Indonesia. Disamping mengurangi tingkat pengangguran dan membantu pajak pemerintah, regulasi kesehatan secara tepat juga diperlukan. Perlunya membatasi konsumsi rokok secara berlebih dan sosialisasi penggunaan secara wajar diperlukan agar kesehatan tetap terjaga.
Keberadaan Industri Hasil Tembakau (IHT) merupakan pendukung kemajuan ekonomi nasional sebab dikelola petani Indonesia yang memiliki pengalaman dalam bidang pertanian, khususnya tembakau. Tercapainya tujuan global yaitu SDGs (Sustainable Development Goals) berdampak pada meningkatnya pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Budidaya tembakau dan cengkeh diperlukan sebab menyerap lebih dari 6 juta tenaga kerja, hal ini berarti IHT membantu mengurangi pengangguran dan mengentaskan kemiskinan. Selain itu IHT merupakan produk yang tahan krisis, dimana saat musim kemarau banyak tanaman mati, namun tembakau mampu bertahan menghasilkan produksi sehingga tetap membantu perekonomian masyarakat sekitar dari keterpurukan kondisi cuaca. Jumlah tembakau tidak ada hubungannya dengan ancaman ketahanan pangan. Berdasarkan data AMTI (Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia) lahan tembakau hanya 0,25% dari lahan pertanian, hal ini merupakan dari 1% lahan pertanian yang mana jumlahnya masih minim dan sebagian besar masih ditanam oleh petani kecil untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Peran tembakau yang begitu besar terhadap kehidupan para petani dan masyarakat sekitar, menjadikan sebagian dari mereka menggantungkan hidup pada tembakau. Beragam hasil dari olahan tembakau seperti sigaret kretek tangan, obat-obatan, olahan makanan, dan produk lainnya memiliki berbagai manfaat yang harus dilindungi pemerintah dan perlunya kebijakan terkait tembakau yang tidak merugikan petani atau pekerja tembakau diperlukan demi mewujudkan pembangunan ekonomi di masa mendatang khususnya masyarakat daerah dalam hal lapangan pekerjaan dan usaha perdagangan demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Penulis : Ali Hanafiah Ritonga
Email : alihanafirtg@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H