Membaca berita CNN Indonesia di "Eks Penyidik KPK Respons Sistem Krishna Murti Buru Harun Masiku" penulis sedikit akan tanggapi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasukkan Harun Masiku ke dalam daftar buronan pada 29 Januari 2020. Lalu pada 30 Juli 2021, Harun masuk ke dalam daftar buronan dunia dan masuk dalam daftar Red Notice Polisi Internasional (Interpol).
Perkara yang menjerat Harun menjadi tersangka adalah kasus suap yang turut melibatkan mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Diduga kasus ini masih ada elit yang terlibat, alibinya Harun jadi buron.
Pengungkapan kasus berawal saat tim KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. Dari hasil operasi tim KPK dan berhasil menangkap 8 orang.
Seharusnya langkah yang akan ditempuh Kadivhubinter Polri Brigjen Krishna Murti untuk mencari buron Harun Masiku dengan Sistem Integrasi I-24/7. Tidak perlu dipublis, Polri langsung bergerak dan tangkap saja.
Sekedar informasi bahwa sistem integrasi I-24/7 adalah menjalankan sistem pelabuhan 24 jam sehari dan 7 hari dalam sepekan atau 24/7 secara terintegrasi yang dicanangkan Kementerian Perhubungan.
Publik tidak mau tahu bagaimana cara KPK dan Polri, itu terserah dan tidak ada kewajiban Polri maupun KPK untuk menyampaikan sistem atau cara menangkapnya di ruang publik, itu harusnya rahasia.
Untuk apa pula di publis, bukan begutu cara kerja polisi? Harun Masiku itu sudah tidak mempan pancingan atau ancaman, agar dia muncul.
Sebenarnya dalam konteks menangkap penjahat, tidak ada istilah polisi kewalahan menangkap para buron atau penjahat. Pasti bisa tertangkap dengan cara dan strategi yang dimiliki polisi, itulah bobot akan eksistensinya diberikan oleh negara dan Tuhan Ymk.
Termasuk buronan Harun Masiku, ini kader PDI-P. Apalagi partainya dalam posisi penguasa. Tapi bisa saja dengan kedekatan PDI-P dan penguasa, menjadi sulit ditangkap. Apalagi ada potensi atau dugaan elit lainnya ikut terlibat.