Selama dua puluh tahun berjalan Cina mempelajari produk atau barang serta kebutuhan masyarakat dan pasar dunia dari sampah.
Memang benar bahwa kita bisa membaca situasi, entah itu sosial, budaya, ekonomi dan lainnya dari kondisi sampah yang ada disetiap wilayah atau negara. Banyak data bisa diperoleh dari kejelian membaca sampah.
Apa saja yang dibutuhkan oleh konsumen atau pemakai produk lokal, regional dan global, umumnya bisa dipelajari dan didapatkan dari sampah.
Cina membaca dan belajar kebutuhan itu dari sampah, dengan cara membeli atau membuka kran impor sampah secara terbuka - legal - sejak tahun 1980 dan kembali menyetop impor sampah pada tahun 2020.
Makanya jangan heran, banyak produk impor Cina di Indonesia. Kebutuhannya cocok dan terjangkau harganya untuk masyarakat menengah bawah Indonesia, target pasar mereka disana, cerdas.
Sekarang ini Cina hanya impor hasil daur ulang sampah setengah jadi, misalnya biji plastik dari kantong kresek sampah untuk dibuat pelapis kabel dan pipa air atau gas anti panas.
Sejak tahun 1980-an, seperti dilaporkan koran South Cina Morning Post terbitan Hong Kong, Cina adalah pengimpor terbesar sampah di dunia, yang di Cina sering disebut sebagai 'sampah asing'.
Tahun 2012 lalu, sekitar 56% dari sampah plastik yang diekspor di seluruh dunia, mendarat di Cina.
Pada tahun 2016, Cina mengimpor 7,3 juta sampah plastik dari negara-negara maju, termasuk Inggris, Amerika Serikat, Jepang serta berbagai negara lainnya.