"Diharapkan kepada semua warga negara patuh pada hukum, Indonesia adalah negara hukum. Maka diharapkan para pihak yg dipanggil oleh KPK, baik itu sebagai saksi maupun tersangka, untuk kooperatif hadir memenuhi panggilan tim penyidik KPK dan dapat menyampaikan apa yang diketahuinya di hadapan tim penyidik KPK"
Perlu diketahui oleh masyarakat atau kita semuanya bahwa semua aparat hukum, tidak terkecuali KPK tidak perlu memberitahu calon tersangka bahwa dirinya sementara diselidiki, kecuali penyidikan. Tentu harus diberitahu atau dipanggil dengan ketentuan yang berlaku.
Siapapun orangnya dan tidak pandang bulu, sama juga Gubernur Papua Lukas Enembe. Tidak boleh ada rakyat yang melarang diperiksa pejabat di daerahnya.
Jelas rakyat Papua yang datang penuhi rumah Gubernur Papua untuk menghalangi panggilan KPK, itu dapat diduga terjadi pengerahan massa. Rakyat pasti tidak tahu duduk masalahnya.
KPK melihat aksi membela Gubernur Papua Lukas Enembe di Jayapura merupakan demo yang diupayakan tersangka.
"Menyangkut masalah demo. Demo ini kan dalam hal kebebasan masyarakat mengeluarkan pendapat dilindungi Undang-Undang. Hanya saja, kita melihat ini adalah suatu demo yang diupayakan oleh pihak tersangka LE (Lukas Enembe)," ujar Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Karyoto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (20/9).
Cara-cara konvensional ini yang terjadi pada diri Gubernur Papua, Lukas Enembe. Tidak seharusnya terjadi, semestinya penasehat hukum tersangka memberi advis yang komprehensif.
Cara-cara seperti ini malah bisa memberatkan posisi Lukas Enembe selaku tersangka KPK dalam masalah korupsi.
Seperti yang terjadi di Papua, rakyat Papua seakan tidak setuju Gubernur Papua di panggil KPK, ya datang saja. Kalau tidak salah pasti dilepaskan.
Jangan menimbulkan kesan, seakan menantang KPK, untuk tidak taat pada hukum. Menakut-nakuti dengan menggunakan rakyat, nah apa kekuatan rakyat melawan hukum yang benar?