"Kebersihan adalah faktor paling penting dari sebuah negara untuk meningkatkan kualitas hidup dan kenyamanan warganya. Kebersihan tak hanya dilihat dari seberapa banyaknya sampah bertebaran di jalan atau sanitasi air yang bersih, tapi bagaimana sistem pengelolaan sesuai regulasi."
Indonesia menempati posisi ke lima sebagai negara penghasil sampah plastik terbesar di seluruh dunia, juga sekaligus penghasil sampah ke laut pada deretan ke lima pula di dunia. (lihat data dibawah).
Penulis berulang kali memberi solusi atau menyampaikan secara langsung kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah di seluruh Indonesia, termasuk kepada DPR RI dan DPD RI.
Termasuk koreksi dan solusi kepada Presiden Jokowi dan 16 kementerian dan lembaga (K/L) yang diberi tugas oleh negara untuk mengurus sampah.
Semuanya tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 97 Tahun 2016 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tanggga dan Sampah Sejenis Rumah Tanggga (Jaktranas Sampah).
Baca juga: Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia
Sampah ini sebenarnya tidak perlu ada masalah, karena begitu banyaknya menteri yang mengurusnya. Satu-satunya urusan yang diurus oleh puluhan menteri, adalah urusan sampah.
Jadi, Presiden Jokowi mutlak perintahkan kementerian dan lembaga, khususnya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) untuk jalankan Pasal 12,13,14,15,21, 44 dan 45 UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS).
Namun senyatanya pemerintah pusat dan 514 kabupaten dan kota di Indonesia, masih abaikan regulasi sampah.
Paling parah Menteri LHK, menerbitkan Peraturan Menteri LHK (Permen LHK) Nomor P.75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, untuk menjalankan Pasal 15 UUPS perihal kewajiban atas Extanded Produser Respinsibility (EPR) bagi perusahaan produk berkemasan.