"Kita tarik sisi positifnya, bahwa tidak perlu risau dengan adanya syarat ambang batas atau Presidential Threshold 20 persen suara partai politik untuk mengajukan jagoannya di pemilihan presiden, bukan merupakan kerugian bagi rakyat. Justru menjadi peluang bagi calon pemimpin dari kalangan non parpol, agar bisa persiapkan diri -berkarir- lebih dini untuk dilirik oleh parpol." H. Asrul Hoesein, Founder Green Indonesia Foundation (GiF) Jakarta.
Karena partai politik (parpol) dinilai kurang persiapan dalam kaderisasi, maka sebuah peluang yang harus ditangkap oleh masyarakat untuk menemukan atau membangun pemimpin bangsa masa depan, menurut pendapat umum dan partai-partai kecil adanya batasan Presidential Threshold (PT) 20 persen.
Seakan pintu pencapresan sudah dikunci oleh king maker atau partai besar atau dianggap akan dikuasai oleh pengusung pemerintah yang sementara berkuasa.
Sekadar menenangkan para pihak yang masih banyak protes atas syarat ambang batas pengajuan pasangan calon presiden dari parpol atau Presidential Threshold 20 persen meminta untuk dihapuskan. Santai sajalah, karena untungnya lebih besar.
Karena terjadi peluang atau opportunity bagi rakyat yang tidak berpartai untuk persiapkan dirinya menjadi pemimpin masa depan.
Banyak kalangan menilai dengan adanya batasan Presidential Threshold 20 persen. Maka yang bisa maju itu bukan ditentukan oleh rakyat, tapi ditentukan oleh sang pemegang tiket (partai politik) dan syarat Presidential Threshold ini juga dianggap ongkos politiknya mahal.
Padahal terjadi sebaliknya, bila tanpa batas maka akan berbiaya mahal dan seenaknya saja parpol mengajukan calon dan pula bukan juga ditentukan rakyat.
Baca Juga: Indonesia Minim Calon Presiden, Kenapa?
Pendapat penulis bahwa kalau tidak dibatasi dengan Presidential Threshold, pemilihan presiden (pilpres) akan berbiaya mahal. Akan bertambah banyak partai kacangan yang munculkan calon, tanpa pikir qualitas partai dan kemampuan kandidat.
Walau ada batas Presidential Threshold, maka parpol besar juga tidak seenaknya ajukan jagoannya. Beresiko, karena tetap semua kembali kepada pilihan rakyat.