"Sebanyak 438 Tempat Pembuangan sampah Ahir (TPA) di seluruh Indonesia hampir pasti semuanya dalam kondisi oper load, karena pengelolaan sampah di TPA masih pola open dumping atau pembuangan terbuka yang seharusnya wajib di stop tahun 2013 dan beralih ke pola Control Landfill atau Sanitary Landfill" Asrul Hoesein, Founder Green Indonesia Foundation (GiF) Jakarta.
Sama seperti pantauan Green Indonesia Foundation (GiF) di berbagai kabupaten dan kota di Indonesia dengan pemberitaan media online terhadap maraknya TPA liar di Indonesia (Baca Kompas.Com Lima Orang Jadi Tersangka Pengelolaan Sampah Ilegal di Tangerang dan Bekasi).
KLHK dan Pemda Abaikan UUPS
Permasalahan maraknya TPA/TPS liar atau ilegal tersebut timbul akibat kelalaian pemerintah pusat cq: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang tidak tegas dan disiplin menegakkan regulasi sampah. Seharusnya pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) yang digugat oleh masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Direktorat Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum (GAKUM) KLHK dan Dirjen PSLB3 KLHK harus melakukan kordinasi atau kolaborasi dalam rangka pencegahan munculnya TPA/TPS liar di daerah, dengan segera menegakkan UU. No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS).
KLHK atau Pemda harus segera hentikan TPA liar dan stop pembiaran pelanggaran dan jangan menunggu masalah muncul lalu menangkap para perusahaan industri penimbul sampah atau pembuang sampah dan/atau perusahaan jasa angkut transporter sampah serta pengelola lahan TPA ilegal yang marak di desa-desa.
Begitupula Pemda segera membangun TPA Control Landfill atau Sanitary Landfill dengan mengikuti amanat Pasal 44 UUPS, dengan mengaplikasi Pasal 12,13, dan 45. Dalam mencegah kerugian dan korban penbiayaan pengelolaan sampah yang lebih besar dan hanya menguras uang rakyat.
Terlepas dari kelalaian KLHK dan Pemda, juga sama bandelnya perusahaan yang membuang sampah di areal milik masyarakat atau pemerintah desa, karena mereka wajib mengelola sampahnya di kawasannya sendiri, sebagaimana Pasal 45 UUPS.
Atas kelailain KLHK, Pemda dan Perusahaan, maka pihak kepala desa atau masyarakat yang memiliki lahan termotivasi dan berani karena terpancing mengontrakkan lahannya atau menerima pembayaran dari perusahaan yang membuang sampah dari sewa lahan yang menggiurkan setiap hari/bulan.
Kalau masalah dibiarkan berlarut-larut, tanpa ada perubahan sikap untuk mengikuti amanat UUPS, maka dipastikan akan menelan korban pelanggaran pidana selain bisa saja terjadi komplik horizontal di masyarakat atas dampak TPA/TPS ilegal yang mencemari lingkungan di wilayah perdesaan dan bahkan di perkotaan.