"Membaca pikiran dan pesan tersirat Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas Prosesi Kendi Nusantara dan penanaman pohon berbasis tanaman dari tiap provinsi di Titik Nol IKN Nusantara, merupakan kode keras bagi bangsa Indonesia untuk segera bangkit membangun rezim ekonomi hijau" Asrul Hoesein, Founder PKPS Indonesia.
Menyambung tulisan sebelumnya di Kompasiana "Kendi IKN Jokowi Bukan Mistis, tapi Satu Semangat Nusantara". Sedikit lebih detail coba membaca aura dan alam bawah sadar Presiden Jokowi dengan memakai sarung bernuansa hijau (pelibatan semua pihak) dan jaket merah putih dan sepatu, artinya sebuah tekad bulat untuk membangun Indonesia (kombinasi pakaian yang tidak umum) ditambah "Kode Keras" pada penyatuan tanah se nusantara dalam wadah Kendi Nusantara dan sekaligus melakukan penanaman pohon bersama 34 gubernur seluruh Indonesia.
Apa yang dilakukan Presiden Jokowi saat berkemah di IKN Nusantara sebenarnya merupakan signal kepada Indonesia dan terlebih pada dunia internasional (baca: Perserikatan Bangsa-Bangsa) bahwa Indonesia siap membangun dengan konsep Ekonomi Hijau dari Titik Nol IKN artinya Indonesia siap menjadi tuan rumah di negeri sendiri dalam menopang ekonomi berkelanjutan bagi Indonesia dan dunia pasca Pandemi Covid-19.
Baca Juga: Kegelapan Logika dalam Penegakan Regulasi Sampah di Indonesia
Sampah Pintu Masuk Ekonomi Hijau
Banyak kalangan telah membahas kaitan ekonomi hijau dan sampah, mulai pemerintah, perusahaan, LSM/NGO dalam dan luar negeri ataupun akademisi.
Tapi semua menjadi wacana saja dan habis anggaran melakukan seminar, FGD dan lainnya karena substansinya melupakan amanat atau mandat UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS), artinya tetap bertumpu pada ekonomi konvensional (baca: Ekonomi Ungu) yang berorientasi pada barang dan jasa (bisnis biasa), tanpa memikirkan budaya dan lingkungannya. Ahirnya terjadi persaingan tidak sehat antar pemangku kepentingan, sementara bisnis sampah karakteristiknya berbeda.
Artinya pembangunan konvensional selama ini melupakan kebutuhan dasar manusia, seperti budaya, kearifan lokal, utilitas, kesehatan dan lingkungan. Karena orientasinya pada barang dan jasa tanpa peduli pada lingkungan. Semua melupakan bahwa sumber bahan baku sampah adalah dari seluruh manusia.
Jadi ahirnya semua terkesan berebut bisnis tanpa memperhatikan "manusia" yang ada dalam rantai nilai sosial dan eknonomi sampah yang ada. Maka si miskin tetap miskin karena si kaya sibuk dengan ambisi hedonis mempertahankan kekuasan dan materi.
Baca Juga: Menteri LHK Tidak Mampu Urus Sampah?