Lihat ke Halaman Asli

H.Asrul Hoesein

TERVERIFIKASI

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Label Halal Harus Melalui Peraturan Pemerintah Bukan SK BPJPH

Diperbarui: 13 Maret 2022   15:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Logo halal yang sebelumnya dari MUI (kiri) dan logo halal yang baru dirilis oleh Kemenag RI (kanan). Sumber: Kompas.

"Keputusan label halal yang baru ini seharusnya bukan melalui Surat Keputusan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), tapi melalui Keputusan Presiden (Kepres) atau Peraturan Presiden (Perpres), lebih tepatnya adalah dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aplikasi UU. No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UUCK), karena ada efek 'uang besar' di dalam keputusan tersebut." Asrul Hoesein, Founder Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) Indonesia.

Presiden Joko Widodo telah menjawab lagi kerisauan masyarakat terhadap pemberian "Label Halal" oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada produk makanan/minuman serta produk lainnya. Banyak yang mempertanyakan, siapa seh yang mengelola dana atas biaya yang masuk dari pembayaran oleh perusahaan pemilik produk. Siapa yang simpan dan diapakan dana pelabelan itu selama ini?.

Masalah pelebelan "halal" yang dikeluarkan  oleh MUI menjadi pertanyaan banyak pihak bahwa kenapa MUI sebagai organisasi massa yang diberi kewenangan berada pada level terdepan atau yang menonjol. Secara depakto dan dejure, MUI adalah wakil pemerintah dalam pelabelan tersebut, berarti pemerintah dianggap memahami masalah "internal" bila ada pemasukan dana disana.

Kenapa sepertinya pemerintah melepaskan masalah yang maha penting ini pada ormas, MUI itu sebuah ormas lho. Sebuah kekeliruan yang amat besar selama ini sebenarnya, dana-dana yang masuk terhadap kebijakan pelabelan ini susah dipertanggung jawabkan dan berpotensi disalahgunakan oleh oknum yang ingin bermain ditengah masalah pengambilan sertifikat label halal, karena sangat erat kaitannya dengan pemasaran dari produk perusahaan. 

Produk tidak bisa laku terjual dipasar tanpa label, label ini menjadi daya tarik pemasaran atau bisnis. Berarti ada kesempatan terbuka untuk bermain di dalam sistem tata kelola pelabelan antar pihak dalam satu rantai bisnis dan kebijakan.

Baca Juga: Label Halal Baru Berlaku Nasional, Label Halal yang Diterbitkan MUI Bertahap Tak Lagi Berlaku

Padahal memang sejak 2014 itu sudah ada amanat undang-undang sebelum UUCK untuk membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal atau BPJPH, harusnya memang MUI atau lembaga agama lainnya harus ada dalam institusi tersebut. 

Tapi bukan MUI yang keluarkan keputusan ke eksternal perusahaan pemilik produk, namun hanya dalam internal saja sebagai lembaga agama yang ada dalam sistem di BPJPH di Kementerian Agama. Jadi bukan BPKPH yang meminta MUI, tapi BPJPH menarik MUI kedalam sistem.

Jadi bukan menonjolkan MUI pada Label Halal tersebut sebagai institusi terdepan yang memasang logo itu, harusnya memang BPJPH dibawah pemerintah cq: Kementerian Agama yang mengeluarkan logo halal pada produk. 

Memang harus ada wakil unsur agama dimasukkan dalam kelembagaan tersebut, seperti MUI atau lembaga lainnya yang dianggap kompeten dan bersyarat. Makanya BPJPH itu berada di Kementerian Agama, itu logikanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline