Lihat ke Halaman Asli

H.Asrul Hoesein

TERVERIFIKASI

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Imposible Listrik Sampah PLTSa-PSEL di Indonesia

Diperbarui: 12 Maret 2022   12:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Maket PLTSa Sunter Jakarta Utara, batal dibangun oleh investor luar negeri (2019). Dok.PemprovJakarta

"Kedengaran sangat menjanjikan dan menggiurkan kalkulasi diatas kertas dalam mengantisipasi sampah melalui Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) yang dulu disebut Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), tapi sungguh akan merugikan rakyat bila PLTSa-PSEL itu terlaksana alias imposible" Asrul Hoesein, Founder #GiF Jakarta.

Sungguh mengherankan pemerintah cq: Kementerian Kordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) sebagai Kordinator Nasional Jaktranas Sampah, bahwa kenapa tidak belajar dari kegagalan atas pengalaman yang telah ada sebelumnya. Terlebih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menyetujui PLTSa atau PSEL itu dan merekomendasi briket sampah.

Juga penulis beberapa kali sampaikan secara langsung dan melalui pembahasan bersama Deputi-deputi dan staf ahli deputi di Kantor Kemenko Marves Jakarta yang menangani PLTSa atau PSEL, dengan tegas meminta kepada Kemenko Marves bahwa setop PLTSa atau PSEL itu dan jangan dilanjutkan dengan cara konvensional karena melanggar regulasi persampahan.

Bahkan penulis telah memberi solusi terbaik dalam pengelolaan sampah berbasis regulasi, yaitu laksanakan pengelolaan sampah kawasan atau pola desentralisasi sesuai amanat Pasal 12,13 dan 45 UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). Tapi semua solusi diabaikan oleh Kemenko Marves dan juga termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), ada apa? Apa ada yang menjanjikan dibalik keputusan yang keliru tersebut? Aparat penegak hukum atau khususnya KPK perlu melakukan investigasi atau penyelidikan/penyidikan atas PLTSa atau PSEL baik yang telah terbangun maupun yang sementara direncanakan.

Juga penulis pastikan bahwa Menteri Kordinator Marves Luhut Binsar Panjaitan tidak menerima informasi atau penjelasan yang up to date berbasis data dari para deputinya. Juga termasuk Menteri LHK sebagai Ketua Dewan Harian Jaktranas Sampah, tidak ada komunikasi obyektif antar kementerian dan lembaga yang ada dalam Jaktranas Sampah (Perpres No. 97 Tahun 2017).

Sepertinya kedua kementerian ini tutup pintu pada orang atau lembaga yang memberi solusi berdasar regulasi sampah, nyata dan kelihatan terjadi resistensi. Khususnya penulis alami sendiri kondisi "tidak simpati" tersebut yang ditunjukkan para elit-elit kementerian terkait.

Sebuah fenomena yang tidak fair antar Kementerian dan Lembaga (K/L) yang terlibat dalam penanganan sampah. Semua K/L bekerja secara parsial (ego sektoral) diantara mereka. Jelas semua ini merupakan kelemahan Pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres KH. Ma'ruf Amin. Justru semakin memperlihatkan ketidakmampuan Menteri LHK mengurus sampah sebagai leading sectornya (Baca: Menteri LHK Tidak Mampu Urus Sampah).

Perpres PSEL Reinkarnasi PLTSa

Sekedar masyarakat Indonesia ketahui bahwa dasar pembangunan PSEL itu adalah Perpres No. 35 Tahun 2018 Tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan (Perpres 35/2018 PSEL).

Padahal Perpres 35/2018 PSEL ini merupakan reinkarnasi dari Perpres No. 18 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah di Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya, dan Kota Makassar (Perpres 18/2016 PLTSa).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline