Lihat ke Halaman Asli

H.Asrul Hoesein

TERVERIFIKASI

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Koperasi Multi Pihak, Roh Tulen Usaha Gotong Royong

Diperbarui: 8 Maret 2022   17:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Penulis saat berkunjung di salah satu koperasi multi pihak (NACF) mengolah sampah PS-Foam di Korea Selatan. Dok: Pribadi 2017

"Koperasi Multi Pihak adalah strategi mengembalikan roh koperasi yang sesungguhnya sebagai lembaga usaha yang dilaksanakan secara gotong-royong dari berbagai keahlian atau bidang usaha yang berkolaborasi" Asrul Hoesein, Founder Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) Indonesia.

Koperasi adalah suatu badan usaha yang melakukan kegiatan perekonomian berdasarkan asas-asas kekeluargaan, dan sebagai salah satu bentuk gerakan ekonomi rakyat. Di Indonesia sendiri koperasi sudah diusahakan sejak zaman pendudukan Belanda, tetapi baru terlihat hasil nyatanya setelah diadakan kongres anggota koperasi pada tahun 1947 dan 1953. Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 juli 1947.

Lalu kita mengenal Bung Hatta sebagai bapak koperasi. Beliau mengusulkan didirikannya 3 macam koperasi : Pertama, adalah koperasi konsumsi yang terutama melayani kebutuhan kaum buruh dan pegawai. 

Kedua, adalah koperasi produksi yang merupakan wadah kaum petani (termasuk peternak atau nelayan). Ketiga, adalah koperasi kredit yang melayani pedagang kecil dan pengusaha kecil guna memenuhi kebutuhan modal. Bung Hatta mengatakan bahwa tujuan koperasi yang sebenarnya bukan mencari laba atau keuntungan, namun bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bersama anggota koperasi.

Stagnasi "Gotong Royong" Koperasi Indonesia

Pasca Bung Hatta mendorong koperasi di Indonesia, tumbuh suburlah koperasi-koperasi di Indonesia, namun umumnya hanya menjadi koperasi papan nama sampai saat ini, karena lebih di dominasi oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Serba Usaha (KSU), sementara didalam pembentukan atau kategori koperasi ada Koperasi Produksi, Koperasi Jasa, Koperasi Konsumen, selain KSP dan KSU tersebut.

Koperasi Konsumsi ini menjelma menjadi KSU dan Koperasi Kredit yang menjelma menjadi Koperasi Simpan Pinjam (KSP), nah koperasi produksi terlupakan ? Padahal pada koperasi produksi harusnya di garis terdepan untuk mendorong penggalian sumber daya alam kearifan lokal serta menjadi mengungkit sumber daya manusia (kreatifitas) anak bangsa, malah justru hal ini kita lupakan bersama selama ini.

Kenapa koperasi di Indonesia stagnasi atau sebutlah menjadi koperasi papan nama saja, sehingga muncul image butuk terhadap koperasi. Ya karena koperasi di Indonesia yang sangat banyak adalah KSU dan KSP, padahal jenis koperasi tersebut bila ingin dibuat level atau jenjang, maka KSU dan KSP itu berada di level kedua setelah koperasi produksi dan jasa.

Dimana seharusnya koperasi produksi dan jasa berada di level paling depan yang harus dimunculkan dan didorong untuk mengawal usaha-usaha rumahan. 

Maka yang pemula dalam bisnis atau koperasi, menjadi gamang alias bingung bila mendirikan koperasi (KSU) karena langsung dihadapkan pada level dagang di KSU dan level konsumtif di KSP, jadilah banyak korban KSP. Karena sebelum tidak mampu atau jauh mengenal proses produksi (membangun kreatifitas) atau mengenal usaha jasa dan lainnya di koperasi, masyarakat sudah dihadapkan pada pola konsumtif/materialistis untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan jangka pendek (hedonis) . Ahirnya masyarakat mudah dibohongi dalam berkoperasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline