"Ekonomi sirkular adalah sebuah alternatif untuk ekonomi linier tradisional (buat, gunakan, buang) dimana pelaku ekonomi menjaga agar sumber daya dapat dipakai selama mungkin, menggali nilai maksimum dari penggunaan, kemudian memulihkan dan meregenerasi produk dan bahan pada setiap akhir umur layanan." - WIKIPEDIA.
Pada umumnya lembaga atau komunitas termasuk seluruh asosiasi yang berkaitan dengan industri produk berkemasan dan pengelolaan sampah di Indonesia. Entah sengaja atau tidak, termasuk pula diikuti oleh pemerintah pusat sampai ke daerah membatasi pengertian konsep atau pola circular economi dalam tata kelola sampah. Sungguh ironis dan mencelakakan tata kelola sampah, sehingga Indonesia masih darurat sampah ?!.
Hanya berdasar pada sebuah produk yang sepertinya "diarahkan" bernilai ekonomi tinggi atau yang dapat di daur ulang (dalam pengertian terbatas) saja. Memahaminya secara parsial, ahirnya timbul pemahaman yang kontra produktif dengan UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) serta segala turunan dari regulasi induk dari sampah tersebut. Tentu akan berimplikasi dengan regulasi pendukung lainnya.
Sungguh keliru dan ambigu bila sebuah produk berkemasan yang dianggap bernilai ekonomi rendah atau sebut jenis kemasan multy layer, dianggap tidak masuk dalam kategori circular economi karena dikategorikan tidak bisa di daur ulang. Sangat menyesatkan karena hanya memahami secara parsial dan tidak komprehensif terhadap sampah atau ex-produk.
Circular economi dalam konteks regulasi sampah (UUPS) haruslah memandang sebuah produk dari awal hingga prosesnya yang tidak berahir menjadi sampah - hulu hilir - secara komprehensif (barang dan orang yang bekerja di dalamnya) harus dalam satu rangkaian dan diperhitungkan menjadi sebuah sumber daya. Agar semua ex-produk kemasan tidak tercecer, artinya semua kemasan memiliki daya tarik untuk di kelola.
Perlu dicatat bahwa bila sampah dipandang secara komprehensif sebagai sumber daya, maka tidak akan berdampak negatif dan potensi membias pada pemahan circular economi. Dalam pemahaman yang sempit, maka terjadilah kekeliruan terhadap produk ramah lingkungan.
Akibat hal tersebut, sehingga muncul kebijakan keliru pemerintah dan pemda terhadap Pelarangan Penggunaan Kantong Plastik Kresek, Sedotan Plastik dan PS-FOAM atau disebut Plastik Sekali Pakai (PSP).
Sungguh sangat keliru kebijakan pemerintah tersebut, ahirnya terjadi perang atau persaingan negatif antar produk diantara perusahaan. Ujung dari persaingan tidak sehat tersebut, jelas konsumen (baca: rakyat) akan dirugikan.
Kesimpulannya bahwa sampah dalam circular economi harus memperhitungkan - proses - bahwa ada orang atau teknologi yang bekerja dalam sebuah rangkaian atau rantai pasok bahan baku dan produksi barang sampai kepada konsumen, lalu kemasan sisa produk tersebut terkelola dengan baik (ada pemulung dll). Tanpa harus memandang nilai ekonomi tinggi atau rendah ex-produk atau kemasan tersebut yang berahir menjadi sampah, semua sampah harus ada proses dan bernilai ekonomi.
Jakarta, 10 Agustus 2021