"Indonesia hanya bisa jadi negara maju kalau masyarakatnya semakin banyak jadi pengusaha atau entrepreneur, bukan semakin banyak -- ingin -- jadi PNS"
Perlu diadakan percepatan dan kemudahan berusaha, agar pelaku ekonomi Indonesia bisa meningkat jauh, sehingga bisa mendekati persyaratan sebagai negara maju, demikian Presiden Joko Widodo.
Tanpa demo-pun UU Cipta Kerja (UUCK) dari buruh dan mahasiswa, UUCK ini tetap tidak semulus yang dibayangkan. Begitu banyak ''pekerjaan rumah'' pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) untuk memfollowup regulasi sapu jagat pada aplikasinya.
Utamanya pekerjaan di kementerian dan lembaga serta pemda provinsi dan pemda kabupaten/kota. Belum tentu perumusan Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) atau peraturan pelaksanaannya ini bisa lancar sesuai harapan para pihak yang berkompeten.
Pemerintah harus mengajak akademisi, asosiasi dan profesional untuk perancangan PP dan Perpres yang nantinya banyak tercipta dari UUCK untuk pelaksanaannya.
Baca Juga: Sampah sebagai Primadona Bisnis UMKM-Koperasi dalam Menguji UUCK
Pemerintah memang benar sudah bisa "menaklukkan" DPR dengan cepat dan mudah. Tapi tidak akan semudah berhadapan dan berurusan dengan pemda, apalagi begitu banyak kewenangan daerah yang dihilangkan dan ditarik ke pusat yang butuh penjelasan konkrit.
Tentu maksud Presiden Jokowi ingin menghilangkan ego sektoral sekaligus memberangus pungutan liar (pungli) atau korupsi di daerah, agar para calon pengusaha dan investor tidak menemui banyak kendala dalam berusaha. Jadi omnibus law UUCK merupakan sebuah upaya dari revolusi mental.
Menurut Presiden Jokowi dalam rapat terbatas (9/10) bersama jajaran pemerintah dan para gubernur tersebut, menegaskan mengapa kita butuh UU Cipta Kerja. Setiap tahun ada sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru anak muda yang masuk ke pasar kerja sehingga kebutuhan atas lapangan kerja baru sangat sangat mendesak. Apalagi di tengah pandemi. Terdapat kurang lebih 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak pandemi Covid-19.
Sebanyak 87 persen dari total penduduk bekerja memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA ke bawah, di mana 39 persen hanya tamat sekolah dasar. Karena itu, Jokowi memandang, perlu dorongan penciptaan lapangan kerja baru khususnya di sektor padat karya.