Sedikit tertarik menanggapi artikel Sahabat Kompasianer Mas @BorisTokaPelawi dengan judul "Pendeta Kristen Saling Serang karena Corona, Berbahayakah?"
Sebagai sesama kompasianer yang keduanya sama bukan ahli agama. Hanya memberi sedikit perspektif atau pendapat atas fenomena pandemi Covid-19. Memang jadi fenomenal tamu kehormatan Si Corona, bukan hanya di Indonesia bahkan seluruh dunia menjadi heboh dan menghebohkan.
Karena tamu yang bernama Covid-19 alias Corona itu belumlah diketahui wujud rupanya sampai sekarang sejak kelahirannya di dunia, termasuk di Indonesia. Tapi dalam fakta, sepertinya sudah diketahui si Covid-19 itu. Aneh ya ???
Malah menurut berita, di Wuhan China, awal mula munculnya si Cantik Corona. Katanya lagi akan muncul Gelombang kedua Covid-19 di China, tapi rupanya banyak membantah. Beritanya bisa baca di "Gelombang Kedua Covid-19 di China & Suatu Kebohongan di Wuhan".
Artikelnya kereen Mas @Boris, Memang benar kita harus hati-hati dalam menulis artikel berbau agama. Namun bagi saya pribadi, suka membaca pendapat orang yang posisinya di luar pada substansi masalah (artinya pendapat diluar pagar), atau pendapat dari orang yang bukan disiplin ilmunya.
Tapi justru bisa memberi pencerah, ya memang harus kita sedikit peduli kepada hal yang bisa membingungkan masyarakat. Tidak ada salahnya memberi pendapat atau tanggapan, sepanjang dalam batas norma. Itu juga salah satu kewajiban sebagai penulis.
Justru pendapat yang bukan berlatar ilmu yang dibahas tersebut. Biasanya atau sering mencerah daripada ahlinya. Lanjutkan Mas Boris, saya yakin banyak yang baca artikelnya. Cuma memang jarang ada yang berani menulis berbau agama. Tapi bagi saya sangat suka dan apresiasi. Harus menjadi pembeda, yang pasti berimbang dan independen.
Perbedaan pendapat atau penafsiran lumrah terjadi, di kalangan umat Islam juga demikian, sampai ada perbedaan penentuan waktu hari raya Idul Fitri. Pasti pembaca biasa dengar ya antar NU dan Muhammadiyah dan belum lagi banyak aliran dan pendapat berbeda. Biasa sajalah dan semua kembali ke pribadi masing-masing.
Dalam pandangan umat Islam, ada yang setuju arahan pemerintah sikapi pandemi Covid-19, untuk tidak shalat berjamaah di masjid (Shalat Jumat dan Tarawih), namun juga banyak yang kontra dan tetap mereka berjamaah di masjid. Ada yang jaga jarak dan malah tetap biasa saja.
Jadi lumrahlah perbedaan tersebut. Jadikan perbedaan sebagai berkah dan anugerah untuk sebuah pengembangan. Menurut saya tidak ada bahayanya, bila masing-masing pihak tahan diri untuk tidak egois saja.
Hanya perlu ada yang menjadi penengah atau pendapat pembanding. Biar tidak terjadi mis persepsi. Atau setidaknya pendapat yang berbeda itu, bisa lebih tergali lagi secara mendalam berbasis pedoman kitab yang telah diturunkan Tuhan Ymk. Itulah antara lain pentingnya kehadiran seorang penulis atau media memberi pemberitaan yang seimbang.