Lihat ke Halaman Asli

H.Asrul Hoesein

TERVERIFIKASI

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

PR Besar Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo

Diperbarui: 25 Oktober 2019   22:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jokowi dan Syahrul Yasin Limpo. Sumber: Edunews

"Harapan Presiden Joko Widodo, adalah Pertanian menjadi tumpuan yang kuat bagi negara, Bapak Presien mengatakan di pertanian kita berharap. Besok lapangan kerja terbuka luas. Pertanianlah yang memberikan kekuatan dan ketahanan" Syahrul Yasin Limpo.

Setelah Andi Amran Sulaiman resmi melepaskan jabatannya kepada Syahrul Yasin Limpo (SYL). Kini, SYL menjabat sebagai Menteri Pertanian (Mentan) dalam Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024. Upacara serah terima jabatan (sertijab) di Kantor Kementan, Jakarta, Jumat (25/10/2019).

Setelah sestijab SYL kembali ke kampung halamannya di Makassar dan sebelum kembali ke Jakarta melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai Menteri Pertanian, Green Indonesia Foundation (GiF) Jakarta menitip pesan khusus kepada SYL, untuk segera berbenah menutupi kegagalan mantan Menteri Pertanian, yaitu kegagalan pemenuhan subsidi pupuk organik 1 juta ton/tahun (hanya mampu sekitar 350 ribu ton/tahun) dan kegagalan pembangunan demplot 1000 desa organik (hanya mampu 150 desa selama 5 tahun).

Dalam Visi Misi dan Program Aksi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Jokowi-JK) 2014-2019, pada halaman 42 point 12 tertuang bahwa dalam memacu pembangunan pertanian yang berkelanjutan yang berbasis bioaco-region dengan pola pengembangan pertanian organik maupun pertanian yang hemat lahan dan air.

Sebagaimana pantauan Green Indonesia Foundation, bahwa kegagalan merealisasi Program Demplot Desa Organik Nawacita Pertama melalui Kementerian Pertanian lebih disebabkan karena:

Pemahaman kehidupan organik sendiri oleh pelaksana program tidak sama dalam memandang dan memahami substansi nawacita yang tidak saja secara substansif berhubungan langsung dengan tanaman organik, tapi seharusnya di mulai dari kehidupan masyarakat desa yang seharusnya dikawal atau berorientasi pada kehidupan berkelanjutan atau kehidupan natural yang mengarah pada efisiensi.

Kementerian Pertanian sangat egosentris dalam melaksanakan program, tidak melibatkan lintas kementerian terkait. Misalnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Koperasi/UKM dll. Ahirnya pelaksanaannya sangat parsil atau orientasi proyek bukan orientasi program yang komprehensif.

Dalam mengolah pertanian atau perkebunan organik, langsung menitikberatkan pada penanaman dan bukan pada pembenahan tanah yang sudah kehilangan unsur hara akibat pengaruh pupuk kimia yang berlebihan. Jadi apa yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian layaknya seperti program Kebun Sekolah saja.

Dalam penyiapan pupuk organik kompos, itu lebih pada mengandalkan bahan baku utama pada kotoran hewan (kohe), pendapat yang keliru selama ini dengan bahan baku utama pembuatan pupuk organik adalah kohe. Tidak menyentuh secara signifikan sampah atau limbah pertanian. Padahal sampah sebagai bahan baku utama dalam memproduksi pupuk organik kompos dan granular.

Rekomendasi untuk Pemerintah cq: Kementerian Pertanian, harus keluar dari paradigma lama untuk mewujudkan:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline