Lihat ke Halaman Asli

H.Asrul Hoesein

TERVERIFIKASI

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Menyoal Kekeliruan Gerakan Nasional Pilah Sampah dari Rumah

Diperbarui: 16 September 2019   00:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Banner Gerakan Nasional Pilah Sampah dari Rumah (15/09). Sumber: Dokpri

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sepertinya hanya menghabiskan waktu dan anggaran untuk mengurus sampah plastik. Seharusnya selesaikan saja masalah utamanya yaitu kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) atau Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG). 

Tanpa menyelesaikan KPB-KPTG, tidak ada solusi yang tepat. Kecuali membongkarnya terlebih dahulu dugaan abuse of power tersebut.

Hari ini (15/09) KLHK melaunching Gerakan Nasional Pilah Sampah dari Rumah. Siapa sih arsitek gerakan tersebut yang mampu memengaruhi KLHK. Untuk apa pemilahan di rumah, tapi tetap saja dicampur saat pengangkutan sampah ke TPA.

Untuk apa gerakan tersebut, hanya menghamburkan uang dan ujungnya pasti menghasilkan pencitraan saja. Sementara keinginan melaksanakan Pasal 13,44 dan 45 UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) tidak ada. Seharusnya KLHK mendorong pelaksanaan pasal-pasal tersebut.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) sungguh sangat tidak memahami amanat regulasi persampahan dan menunjukkan ketidak mampuannya dalam mengurus sampah Indonesia. Seharusnya sebuah gerakan dilandasi sebuah program yang terstruktur berbasis regulasi. Apakah semua ini merupakan "kesengajaan" atau "pembiaran" saja atas sebuah konsfirasi ?

Dalam pengamatan, sudah hampir 4 tahun (2015-2019) KLHK hanya berkutak-katik mencari solusi dengan membuat kebijakan dan aktifitas yang bisa membingungkan masyarakat dan juga stakeholder sampah sendiri. Padahal diduga maksud tersebut hanya ingin mengaburkan dugaan gratifikasi dana KPB-KPTG.

KLHK dan kementerian lain habis waktu dan anggaran saja hanya untuk mengurus sampah plastik yang jumlahnya sedikit itu. Lintas kementerian dan pemerintah daerah (pemda) sepertinya hanya berlomba, seakan dikejar target melaksanakan gerakan yang sifatnya formalitas bukan orientasi program.

Menjadi masalah dalam banner yang dipakai pada peresmian gerakan tersebut bahwa semua yang bisa di daur ulang (DU) dianggap residu. Pemahaman apa semua ini ? Sejak kapan GPPS dan HDPE tidak bisa di DU dan jadi residu ?! Mungkin itu yang keliru besar dalam banner (perhatikan foto ilustrasi) tersebut diatas.

Untuk apa ada gerakan tersebut, apakah para elit kementerian dan partner setianya tidak berpikir. Kelihatan nyata tidak ada keinginan melaksanakan Pasal 13,44 dan 45 UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). Pasal tersebut sesungguhnya harus dilaksanakan sejak tahun 2009, setahun setelah UUPS diundangkan.

Keburukan plastik dijadikan issu sentral oleh pemerintah lintas kementerian, khususnya KLHK. Hanyalah dibesar-besarkan saja issunya. Sesungguhnya sampah plastik sangatlah mudah diatasi. Seharusnya fokus pada aplikasi pengelolaan sampah kawasan timbulannya. Kuatkan dan bangun bank sampah disetiap kawasan secara massif.

Ironis pengelolaan sampah di Indonesia, begitu banyak dana dari pemerintah dan perusahaan CSR. Hanya tergerus oleh oknun-oknum yang bermain dalam pengelolaan sampah. Kalau masalah ini tidak segera diatasi oleh aparat penegak hukum. Maka akan muncul komplik horizontal dikemudian hari.

Malang, 15 September 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline