Lihat ke Halaman Asli

H.Asrul Hoesein

TERVERIFIKASI

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Presiden Jokowi Perlu Bentuk "Satgas Sampah"

Diperbarui: 18 Mei 2019   23:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Mengatasi sampah sebagai bentuk aksi bela negara dalam menjawab keresahan manusia tentang pentingnya planet dan lingkungan. Sumber: Pribadi.

Aktifitas Satgas Sampah semacam "Saber Pungli". Namun bila pelaksanaan pengelolaan sampah tidak sesuai regulasi oleh unsur terkait, maka "Satgas Sampah" bisa secara darurat mengambil alih pekerjaannya. Termasuk memberi rekomendasi pada Presiden RI dan Penegak hukum.

Diperlukan kebijakan politik dalam mengatasi politik lingkungan. Terpenting harus ada aksi nyata segera, bagaimana kita dapat mengatasi sampah sebagai bentuk aksi bela negara dalam menjawab keresahan manusia tentang pentingnya planet dan lingkungan. Bukan hanya pandai mengelola issu. Tapi dibutuhkan solusi nyata.

Satuan Tugas (Satgas Sampah) sangat diperlukan dalam menepis alias menghalau "Ego Sektoral" dan "Penyelewengan" yang sangat kental dan kasar pada pengelolaan sampah. Lebih khusus tugas satgas untuk jangka pendek adalah bertugas meluruskan paradigma yang di"bengkok"kan dalam kemelut issu plastik bertajuk ramah lingkungan.

Sudah melewati 11 tahun sejak terbit dan diundangkannya UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Pemangku kepentingan (stakeholder) belum memperlihatkan wujud tata kelola sampah - waste manajemen - sebagaimana amanat regulasi tersebut. Hampir semua kebijakan pengelolaan di era Presiden Jokowi lumpuh total.

Carut-marut pengelolaan sampah Indonesia masih saja berpusat pada sumbunya. Tidak ada pergerakan substansif yang solutif kearah perbaikan tata kelola sampah di Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah (pemda). Hanya bertahan pada pengelolaan sampah secara konvensional yang diduga hanya mempertahankan kebiasan - tradisi - koruptif.

Basis pergerakan pengelolaan sampah sesuai amanat UU. No. 18 Tahun 2008 tersebut berada pada titik porosnya yaitu pada Pasal 13, 44 dan 45 yang pada intinya adalah sebuah keharusan mengelola sampah di sumber timbulannya secara desentralisasi (Pasal 13 dan 45), bukan sentralisasi.

Pengelolaan sampah bukan lagi terpusat dilakukan pembuangan dan pengolahan sampah di Tempat Pembuangan sampah Ahir (TPA) secara sentralisasi open dumping. Tapi harus mengikuti Pasal 44. Pasal 44 dan 45 tersebut harus dilaksanakan dan sifatnya "wajib" oleh pemerintah pusat dan daerah secara konsisten sejak tahun 2009. Tapi sampai hari ini, pasal-pasal tersebut senyatanya diabaikan. Berarti ada pelanggaran regulasi yang dilakukan oleh ASN yang mengurus sampah (Baca: UU. No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Penerintahan).

Pemerintah pusat dan daerah, hanya mendorong dan mengurus masalah sepele yaitu soal "Pelarangan Penggunaan Kantong Plastik, PS-Foam dan Sedotan Plastik". Sementara masalah utama sampah bukanlah berada pada plastik sekali pakai (PSP) yang dijadikan issu sentral itu. Volume sampah terbesar dan yang menjadi masalah justru pada sampah organik, bukan pada sampah an-organik (plastik dll).

Dalam mengatasi sampah, pemerintah pusat cq: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) keliru dan salah besar mendorong pemda mengeluarkan kebijakan larangan penggunaan produk. Tapi seharusnya fokus pada sampahnya yang di kelola. Mengelola sampah bukan merusak industrinya dengan melarang berproduksi dan menggunakan produk. Hal ini menjadi kesalahan fatal pemerintah dan pemda.

Selayaknya pemerintah dan pemda memperkuat pelaksanaan pengelolaan sampah di kawasan timbulannya. Dalam regulasi sampah tidak ada satupun prasa yang melarang penggunaan produk. Jadi jelaslah bahwa oknum elit ASN lintas kementerian dan oknum pemda melanggar UU. Administrasi Pemerintahan dan perlu diberi sanksi, disamping melanggar undang-undang persampahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline