Pemikiran ini merupakan sumbangsih atau prolog diskusi sebagai narasumber pada Fokus Group Diskusi (FGD) dengan tema "Bank Sampah: Masalah Dekonstruksi dan Nilai Peradaban" oleh Laboratorium Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), besok di Kampus UNS Solo, Jumat (3/05/19). Sekaligus bedah buku "Bank Sampah, Masalah dan Solusi" Penulis: Asrul Hoesein, Founder Green Indonesia Foundation Jakarta.
Sebagaimana dikatakan John Locke, filsuf Inggris, dalam Social Contract Theory bahwa suatu sistem hukum diciptakan oleh otoritas pemerintah atas dasar kepercayaan masyarakat, dengan harapan bahwa melalui kedaulatan pemerintah (government sovereignity) hak-hak mereka dapat dilindungi dan menciptakan keteraturan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kebobrokan penegakan hukum, melahirkan mental korupsi. Sebagaimana yang melanda republik tercinta Indonesia. Banyak sudah pemimpin-pemimpin kita terjerumus kelembah nista korupsi. OTT para pejabat dan pengusaha oleh KPK menjadi hiasan media pemberitaan setiap hari.
Belum lagi kinerja birokrasi yang labil, ego sektoral sangat kental. Bahkan alergi menerima pendapat masyarakat, karena mungkin dianggap menggurui. Kasian republik tercinta, sampai diobok-obok oleh bangsanya sendiri. Lalu parahnya, orang-orang luar ikut nimbrung dalam kondisi carut marut.
Membangun kepercayaan tidak mungkin dilakukan dalam waktu singkat dan pula tidak bisa dilakukan dengan sekedar menutupi luka. Butuh waktu panjang, karena hanya waktu yang bisa menjadi barometer sebuah kepercayaan.
Para panutan (baca: birokrat) mulai dari menteri, gubernur, bupati, walikota sampai kepala desa terjerumus ke penjara karena korupsi uang rakyat, begitu ganasnya pengaruh duniawi. Termasuk para pengusaha kroninya dan juga para legislator, mulai dari DPD-RI, DPR-RI sampai kepada DPRD provinsi, kabupaten dan kota. Kepada siapa lagi masyarakat mengadu? Seperti anak ayam kehilangan induk. Fenomena inilah terjadi dalam pengelolaan sampah di Indonesia.
Seharusnya kehadiran UU. No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang terdiri atas 89 pasal ini, menciptakan tertib penyelenggaraan administrasi pemerintahan, menciptakan kepastian hukum, mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang, menjamin akuntabilitas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.
Tapi senyatanya jauh panggang dari api. Para oknum penyelenggara negara mengabaikan kewajiban-kewajibannya. Lebih mendahulukan pribadi dan kelompoknya.
Juga undang-undang bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum kepada warga masyarakat dan aparatur pemerintahan, melaksanakan ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan dan menerapkan Azas-azas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB), dan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada Warga Masyarakat.
Dilematis Regulasi Sampah