Lihat ke Halaman Asli

H.Asrul Hoesein

TERVERIFIKASI

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Mengurai Regulasi Kelembagaan Bank Sampah

Diperbarui: 5 Mei 2018   16:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi PKBS Rumah Bersama Bank Sampah (dok pribadi)

Bank sampah bukanlah bank konvensional atau lembaga keuangan bank dan non bank. Tapi bank sampah mempunyai kegiatan dalam lingkup layanan di bidang persampahan. Sampah yang umumnya dibuang tapi dianggap bernilai ekonomis dan bermanfaat. Para nasabahnya bisa menabung sampah dan mendapatkan uang di kemudian hari. 

Dalam aktifitasnya seperti bank secara umum, memiliki buku tabungan, slip setoran, serta catatan buku induk setoran. Termasuk catatan yang berguna untuk mengecek harga sampah yang dijual ke pengepul atau industri daur ulang.

Karakteristik sampah Indonesia terdiri dari sampah organik 70%, sampah anorganik 20% dan sampah atau limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) 10%. Bank sampah yang ada saat ini umumnya hanya mengelola sampah an organik berupa kertas, kain, alumunium dan plastik. 

Belum banyak menyentuh sampah organik untuk dijadikan pupuk dan biogas atau listrik sebagai energi terbarukan. Padahal sampah organik ini paling potensi untuk di produksi serta pasarnya sangat menjanjikan. Juga dapat memicu pembangunan pertanian organik di Indonesia serta penciptaan lapangan kerja baru berbasis sampah.

Merefleksi Keberadaan Bank Sampah

Sebenarnya ide awal bank sampah datang dari Mas Bambang Suwerda. Sekitar tahun 2008. Bambang Suwerda adalah seorang dosen Politeknik Kesehatan di Yogyakarta. Bersama warga Desa Badegan Kecamatan Bantul, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, merintis dan mendirikan bank sampah Gemah Ripah.

Pada tahun 2012 pemerintah cq: Kementerian Negara Lingkungan Hidup (sekarang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) mengadopsi pemikiran positif dan progres Mas Bambang Suwerda dengan terbitnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) No. 13 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse dan Recycle melalui Bank Sampah.  Permen LH ini dikeluarkan pada tanggal 7 Agustus 2012 oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, M.B.A. pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dimana sebelumnya SBY telah mengeluarkan Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS).

Tujuan pembentukan bank sampah bukanlah bank sampah itu sendiri, melainkan sebagai strategi membangun kepedulian masyarakat agar dapat 'bersahabat' dengan sampah untuk mendapat manfaat ekonomi langsung dari sampah.

Kelembagaan Ideal Bank Sampah ?

Dalam Permen LH No. 13 Tahun 2012, pada Pasal 8 disebutkan Kelembagaan pelaksanaan kegiatan 3R melalui bank sampah dapat berbentuk: a. koperasi; atau b. yayasan. Pasal 8 ini bisa bias dan keliru aplikasi yang ahirnya membingunkan pengelola dan calon pengelola bank sampah bila tidak ditelaah secara sosial dan ekonomi atau dari sudut pandang kewirausahaan sosial dengan berdasar pada karakteristik terhadap sifat bahan baku sampah itu sendiri. 

Bank sampah tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus diintegrasikan dengan gerakan 3R (Reduce, Reuse dan Recycle) di masyarakat. Sehingga manfaat yang dirasakan tidak hanya terbangunnya aspek ekonomi dan sosial, namun juga lingkungan bersih dan hijau guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline