Lihat ke Halaman Asli

H.Asrul Hoesein

TERVERIFIKASI

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

SBY Pelopor Paradigma Baru Kelola Sampah

Diperbarui: 27 April 2018   00:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Paradigma Baru Kelola Sampah (Dok: Pribadi)

Bila hendak mengatakan dan mengakui siapa menjadi pelopor atau peletak batu pondasi "paradigma baru kelola sampah Indonesia", atau kelola sampah dengan "pendekatan ekonomi melingkar" atau circular economy. Rasanya tidak berlebihan bila Indonesia mengakui Presiden Ke-6 Republik Indonesia Jenderal TNI (Purn) Prof. Dr. Susilo Bambang Yudhoyono.

Sangat beralasan karena pada saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada periode pertama (2004-2009) berpasangan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan periode kedua berpasangan Wakil Presiden Budiono (2009-2014), telah menerbitkan perundang-undangan pengelolaan sampah beserta aturan pelaksanaannya (saat itu menteri-menteri yang bekerja dibawah kepemimpinan SBY menampakkan kekompakan mengatasi sampah). 

Terlihat dan terbaca dari keputusan atau peraturan menteri yang mengawal UU. No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). Dengan beberapa terobosan diantaranya, menetapkan tahun 2013 stop pengelolaan sampah dengan pola open dumping di TPA, menetapkan tahun 2022 untuk berlaku efektifnya extanded produser responsibility (EPR), oftimalisasi fungsi TPS untuk mengurangi arus sampah ke TPA.

Pendekatan ekonomi melingkar atau circular economy tidak hanya berbicara soal nilai tambah bagi penyelamatan bumi atau lingkungan, namun juga memiliki penciptaan nilai tambah ekonomi baru dan juga nilai tambah sosial, seperti halnya pemberdayaan masyarakat dan penciptaan lapangan kerja baru serta menjadi sumber pendapatan masyarakat dan daerah.

Akan menjadi pendapatan asli daerah (PAD) baru bila sampah ini benar-benar diberdayakan. Juga dengan sendirinya akan mendorong pembangunan pertanian terpadu bebas sampah (integrated farming zero waste).

Perlu diketahui bahwa sejak republik ini berdiri, barulah ada pedoman dasar untuk pengelolaan sampah di Indonesia. Produk hukum ini merupakan karya besar SBY-JK yaitu UU. No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

"Regulasi inilah sesungguhnya yang menjadi lokomotif paradigma baru kelola sampah di Indonesia, sejak 10 tahun lalu dengan pendekatan ekonomi melingkar. Sebuah pendekatan "kebutuhan" bukan pendekatan "kewajiban" dalam pengelolaan sampah secara berkeadilan dan berkelanjutan" Asrul Hoesein (Direktur Green Indonesia Foundation)

Apa saja regulasi yang menjadi pedoman dasar persampahan Indonesia ? (Diurut sesuai bulan dan tahun penerbitannya)

  1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS).
  2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah.
  3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse dan Recycle melalui Bank Sampah.
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
  5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah sejenis Sampah Rumah Tangga.

Apa yang telah ditorehkan selama pemerintahan SBY tersebut sangatlah berarti bagi dunia persampahan di Indonesia. Regulasi yang tercipta dan diterbitkan dimasa pemerintahan SBY masih saja up to date sampai sekarang.

Menurut fakta dan data empiris yg dimiliki Green Indonesia Foundation, sebuah LSM domisili Jakarta yang berkonsentrasi mengamati regulasi dan kebijakan persampahan dan pertanian organik bahwa kenapa sejak 10 tahun (UU. No.18 tahun 2008) dan lebih parah 3 tahun terakhir ini, pengelolaan sampah Indonesia semakin keluar dari regulasi, lebih karena:

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian PUPera, masing-masing bergerak sendiri dan kurang memahami dan mengaplikasi secara jernih dan jujur atas regulasi persampahan yang ada.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline