Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sungguh sangat tidak memahami masalah persampahan dan menunjukkan ketidakmampuannya dalam mengurus sampah. Harusnya KLHK bertindak sebatas kebijakan serta monitoring dan evaluasi, serahkan pemerintah daerah untuk mengeksekusi.
Dalam pengamatan, tiga tahun terkhir ini (2015-2018) hanya berkutak-katik mencari solusi dengan membuat regulasi bodong. KLHK dan kementerian lain habis waktu dan anggaran hanya untuk mengurus sampah plastik yang jumlahnya sedikit itu. Hanyalah dibesar-besarkan saja. Sesungguhnya sampah plastik sangatlah mudah diatasi.
Begitu pula kaitan sampah organik dan pembangunan "1000 desa organik" dalam program visi misi atau Nawacita Jokowi-JK, dimana sampah organik tidak menjadi perhatian serius Menteri LHK dan Menteri Pertanian. Kementerian pertanianlah yang paling penting berkolaborasi dengan KLHK. Pasar atau pengguna terbesar daur ulang sampah organik adalah Kementerian Pertanian. Coba telisik program dan visi-misi Jokowi-JK atau Nawacita pada halaman 37 ada Pembangunan 1000 Demplot Desa Organik. Program ini sama sekali tidak jalan sesuai harapan. Seakan program ini hilang dari media. Ada apa ?
Kementerian Pertanian diakui ada gelar Program 1000 desa organik dan katanya terdapat di 22 provinsi di Indonesia. Tapi coba tunjukkan progres dan pedoman pelaksanaannya atau buku-buku petunjuknya (Pedoman Teknis Pengembangan Desa Pertanian Organik), periksa baik-baik proses pengelolaan pupuk organiknya bagaimana disana.
Memalukan dan diduga terjadi pembohongan dan pembodohan publik (baca: petani). Alibinya, subsidi pupuk organik oleh Kementerian Pertanian saja tidak pernah berhasil mencapai target 1 juta ton/tahun. Jangan banyak bercanda deh, petani sudah menjerit akibat pupuk kimia.
Bagaimana bisa kembangkan pertanian organik Indonesia, sementara Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman satu-satunya menteri tidak dimasukkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 97 Tahun 2017 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jaktranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
"Perpres Jaktranas ini telah di tanda tangani Presiden Joko Widodo pada Tanggal 23 Oktober 2017. Serta telah diundangkan pada tanggal 24 Oktober 2017"
Tolong pahami agar Anda semua tersadar dengan perbuatan negatif terhadap regulasi sampah. Kementerian, non kementerian dan lembaga semua sorot dan kambing hitamkan sampah plastik untuk keruk dana-dana APBN/D dan ini berpotensi merugikan investor yang kurang jeli menyikapi regulasi sampah Indonesia.
Presiden Joko Widodo sepertinya kecolongan lagi dari pembantu-pembantunya untuk beberapa kalinya tentang masalah sampah ini. Kementerian LHK sangat tidak cakap sikapi sampah, terlalu dipengaruhi oleh pihak-pihak luar yang mempunyai kepentingan bisnis. Diduga keras ada mafia (persaingan bisnis) di dalam mengendorse masalah sampah plastik yang sangat berlebihan dan melaksanakan solusi yang keliru besar. Antara lain kebijakan KLHK seperti Kebijakan Kantong Plastik (KPB) yang diduga keras terjadi penyalahgunaan wewenang (abuse of power) yang berpotensi terjadi gratifikasi, solusi aspal mix plastik sangat tidak masuk akal dan juga berpotensi menjadi bancakan baru korupsi, PLTSa dll.
Jaktranas Sampah Mengganti Baju PLTSa
Sangat keras di duga Perpres Jaktranas Sampah ini hanya untuk meloloskan proyek PLTSa. Dimana sebelumnya telah dicabut oleh Mahkamah Agung atas Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah di DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya dan Kota Makassar.