Ketua umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri secara bersamaan mengumumkan dua pasang bakal calon gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Untuk pemilihan gubernur Jawa Timur 2018, PDIP mengusung Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Abdullah Azwar Anas (AAA), koalisi antara PKB dan PDIP (cukup kursi). Sementara untuk Sulawesi Selatan, PDIP mengusung pasangan Prof. Nurdin Abdullah (NA) dan Andi Sudirman Sulaiman (ASS) tanpa koalisi (belum cukup kursi). Pengumuman calon PDI Perjuangan berlangsung di Kantor DPP PDIP di Jakarta Pusat, Minggu 15/10.
Gus Ipul terlebih dahulu diputuskan oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai bakal calon gubernur Jatim (11 Oktober 2017), tanpa pasangan, padahal PKB Jatim sesungguhnya bisa mengusung pasangan tanpa perlu berkoalisi. Namun pada ahirnya PDIP menggabungkan diri dan berkoalisi pada PKB untuk mengusung Saifullah Yusuf (Wakil Gubernur Jawa Timur) dan Abdullah Azwar Anas (Bupati Banyuwangi Jatim).
(Baca disini: Megawati: Gus Ipul Anak Angkat Saya, Anas Generasi Milenial)
Membaca gerakan politik Megawati menghadapi pilgub Jawa Timur ini, bisa diprediksi terjadi perbedaan sikap dan strategi politik dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghadapi Pilpres 2019. Kenapa demikian ??? karena jelas Jokowi akan mendukung Khofifah Indar Parawansa, dimana pada hari ini pula, DPP Partai Golkar resmi mendukung Menteri Sosial RI Khofifah Indar Parawansa untuk maju dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur 2018 mendatang. Hal itu diungkapkan Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Idrus Marham di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Jakarta, Minggu (15/16/30/2017).
Sangat jelas bahwa Jokowi pasti lebih mempercayai Khofifah Indar Parawansa (Timses Jokowi-JK pada Pilpres 2014) dari pada Gus Ipul yang pada waktu Pilpres 2014 berseberangan dengan Jokowi. Dengan ikutnya Khofifah, secara otomatis pula suara Nahdlatul 'Ulama (NU) Jatim pasti terbelah antara Gus Ipul dan Khofifah. Yang struktural lebih condong ke Gus Ipul. Yang kultural, terutama majelis-majelis perempuan NU ke Khofifah.
Selain itu, Khofifah juga memiliki daya magnet elektoral yang bisa membuat partai lain mendukung dia. Begitupun sebaliknya, bila ada cagub Jatim selain Gus Ipul dan Khofifah, maka bisa jadi mengambil untung dari perpecahan suara NU di Jatim tersebut, siapa bisa memanfaatkan peluang ini, bisa jadi kuda hitam pada pilgub Jatim, terkecuali terjadi head to head antara Gus Ipul dan Khofifah.
(Baca disini: CSIS: Jika Khofifah dan Gus Ipul Maju Pilgub Jatim, Suara NU Pecah)
Lain Pilgub Jawa Timur, lain pula Megawati dengan PDIPnya menghadapi Pilgub Sulawesi Selatan. PDIP pada ke dua provinsi ini tidak memiliki suara cukup atau tunggal untuk mengusung jagoannya. Tapi kenapa Megawati berbeda sikap mengahadapi Jatim dan Sulsel ??? Jatim memang menjadi lumbung suara PDIP, sementara Sulsel bukan wilayah "lumbung suara" PDIP (Sulsel merupakan lumbung suara Partai Golkar), maka sepertinya Megawati lebih hati-hati ke Jawa Timur dibanding ke Sulsel.
Faktanya Megawati mengalah dan mendukung jagoan PKB (Gus Ipul) dengan menempatkan Kader PDIP, Bupati Banyuwangi (Abdullah Azwar Anas) untuk posisi calon wakil gubernur saja. Pertanyaannya, kenapa Megawati tidak mendukung Khofifah untuk satu strategi dengan Jokowi ?!. Ataukah jangan sampai Megawati tidak mendukung Khofifah, karena Partai Demokrat mendukung Khofifah ?! Masih adakah dendam membara Megawati dan SBY, sampai mengorbankan Khofifah yang lebih dipercaya oleh Jokowi dari pada Gus Ipul !!! Hanya Tuhan YMK dan Megawati yang bisa menjawab pertanyaan ini.
Sikap lain yang dimunculkan Megawati untuk Pilgub Sulsel, yaitu langsung memilih NA dan ASS sebagai pasangan cagub-cawagub Sulsel 2018. Padahal posisi PDIP Sulsel sama saja PDIP Jatim (belum cukup kursi untuk mengusung pasangan cagub-cawagub) dan harus berkoalisi. Sepertinya PDIP untuk Pilgub Sulsel, mengambil langkah beresiko tinggi, khususnya terhadap NA-ASS. Harus kerja keras membujuk partai berkoalisi dengan PDIP. Bila tidak mampu, NA-ASS akan gigit jari. Megawati sendiri yang membuka lebar-lebar peluang "opportunity" partai lain untuk memainkan roda "politik" koalisi bagi pasangan NA-ASS.
Bagaimana pasangan NA-ASS selanjutnya, antara lain: