Lihat ke Halaman Asli

H.Asrul Hoesein

TERVERIFIKASI

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

SBY di Antara Budiono dan Jusuf Kalla

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Headline

Sebenarnya tulisan ini terinspirasi dari postingan sobat kompasianer Bung @Florensius Marsudi dengan Judul  Rindu Jusuf  Kalla Kerinduan itu saya coba menghubungkannya dengan  postingan ini. Karena orang rindu itu disebabkan oleh beberapa hal, bisa jadi karena kehilangan teman curhat, panutan, motivator, cinta, dll. Jujur saya pribadi juga rindu akan eksistensi seorang Sobat Kompasianer bernama Jusuf Kalla (JK) Ketua Umum PMI dan mantan Wapres 2004-2009 bersama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY); karena, saya termasuk ikut kreatif melihat performance seorang JK, terlebih jikalau JK turun lapang dengan melipat lengan bajunya yang caranya tidak rapi…hahahaha…oh JK, mana dikau? rakyat (anak bangsa) merindukan itu semuanya….. rakyat saat ini tidak butuh cerita dan citra, tapi butuh perbuatan (kata postingan sobatku @Florensius).   Sebenarnya modelmu (JK) itu juga pencitraan tapi tertutup dengan kinerja. Itulah Public Relations yang hebat (biarkan orang lain bicara tentang kita), makanya Anda (JK) dikenang sekaligus dirindukan sekaligus dibutuhkan oleh negeri ini dan mungkin bahkan masyarakat International (Bisa melalui Palang Merah).

Walau pemerintahan “SBY-Budiono” alias KIB-II ini sisa tiga tahun lagi, efektif dua tahun lagi kalau SBY masih konsentrasi urus PD. Namun dapat diprediksi akan carut marut sampai dengan 2014 (karena sandera menyandera terjadi antara para partai, politikus dan birokrat), saya bukan “super”pesimis tapi itu nampak akan benar adanya, yang disebabkan tidak adanya kemauan yang keras untuk menuju perubahan yang radikal terhadap kinerja pemerintahan SBY-Budiono yang sangat santai dan lamban ini.

Karena sehebat bagaimanapun itu kabinetnya SBY (baca; menteri), tidak ada menteri yang mampu bekerja  secara professional dan proporsional. Bukan karena ketidakmampuan tapi lebih merupakan akibat dari gaya kepemimpinan Pak SBY-Budiono itu sendiri, yang memang benar-benar lamban dan terkesan bahwa “hanya SBY yang benar”. Seluruh menteri bukan tidak mampu tapi sepertinya tidak “mau” berkreasi, karena para menteri mengangap percuma saja mengeluarkan ide-ide cemerlang (terkecuali menteri dari kalangan pengusaha, mereka tetap “idealis” berkreasi), tapi menteri dari parpol..Oh menjemukan. Jadi menteri jalankan tugas pemerintahan ini hanya formalitas belaka. Akibatnya, rakyat yang merasakan, orang atas (elite), tetap asyik berkorupsi ria sampai ke pejabat tingkat bawah (kab/kota)…..Naudzubillah Minzalik.

Indonesia ditangan SBY-JK (KIB-I) dan ditangan SBY-Budiono (KIB-II) sangatlah jauh penampilan, kebersamaan, gaya hidup sekaligus gaya kepemimpinan atau semangat pemerintahan jauh berbeda, seperti langit dan bumi. Saat KIB-I, pemerintahan penuh semangat, dinamis, totalitas namun KIB-II ini bertolak belakang. Mungkin pembaca postingan ini merasakan hal yang sama, atau itu hanya pandangan subyektif dari saya saja….!!! Bagaimana pembaca khususnya sobat para citizen journalist atau netter (blogger dan kompasianer) menyikapi hal ini, atau sekalian bagaimana pendapat para pengamat dan mungkin Anda yang juga “mungkin” masuk bagian dari pemerintahan ini..????

Apakah itu subyektif cara pandang saya yang bukan politikus, bukan orang pintar atau lainnya, memandang dan menganalisa kinerja SBY-JK, sekaligus saya merasakan sendiri kinerja yang “aktif” itu selaku pengusaha dan penggiat lingkungan hidup dan kerjasama antardaerah, saat itu penuh harmonisasi dan dinamisasi dalam bekerja (terlepas dari kekurangannya juga, tentu ada). Apakah itu karena JK pengusaha dan politikus yang kreatif dan dinamis ???? dan tidak dihadang atau disandera masalah seperti yang terjadi saat pemerintahan SBY-Budiono ini, yang benar-benar tersandera atau saling sandera!!!!

Ini semua yang membuat saya bertanya-tanya, kenapa ya??? Sementara SBY kan sudah punya pengalaman memerintah “presiden” bersama JK, lalu bersama Pak Budiono seorang ekonom yang cerdas dan pula bersahaya seperti JK (yang berbeda cuma Budiono bukan praktisi dan politikus). Mungkin itu ya???? Memang perbedaan ini sangat signifikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terlebih dalam memanaj republic yang besar dan kaya ini. Atau coba saya analisa antara lain:

SBY pada Periode KIB-I bersama JK (2004-2009)

Saat itu SBY dengan Partai Demokrat (PD) sebagai presiden dan didampingi JK dengan Partai Golkar (PG) sebagai wakil presiden, bagaikan suami-isteri, saling melengkapi diantaranya. Saat itu Partai Demokrat tidak terlalu merisaukan pendanaan karena ada Partai Golkar (JK ada didalam sebagai Ketum PG) dibelakang, termasuk partai lain tidak “terlalu” berani menyorot PD yang muda belia dalam perpolitikan karena takut dengan PG yang sangat “senior” dalam perpolitikan (baik di eksekutif terlebih di legislative). Lalu waktu itu memang cantik manajemennya karena ada pembagian tugas antara SBY dan JK, JK mengurusi kesejahteraan dan ekonomi. Jelaslah terjadi konsentrasi pemerintahan dan tentu terjadi focus. Termasuk saat dimulainya pilpres dengan kandidat SBY-JK, hampir pendanaan atau logistik dimotori oleh JK, hal ini SBY dan kroni-kroninya tidak bisa pungkiri saat ini artinya jangan lupakan sejarah, bahwa JK sangat berperan atas terpilihnya SBY menjadi presiden saat itu.

SBY pada Periode KIB-II bersama Budiono (2009-2014)

Pada periode kedua majunya SBY menjadi kandidat presiden 2009-2014, tentu SBY berani “menolak” dan meninggalkan JK dan memilih Budiono. Kenapa??? Ia, pastilah; Pertama; karena SBY tentu sudah punya “tabungan” dan pula punya estimasi logistic atau dana “cadangan”; Kedua; SBY mudah memerintah atau memanaj seorang Budiono dibanding seorang JK dan Ketiga; SBY tidak membutuhkan partai tandem sebagai perahunya menuju RI-1, disini terjadi eufhoria di kubu Cikeas.

SBY dan seluruh komponen Partai Demokrat kegirangan atau euphoria dengan kemenangan mutlak pada Pemilu 2004 yang bisa mengantar SBY sebagai kandidat presiden serta kemenangan mutlak pula pada pilpres 2004 (+60% dapat suara pemilih/pendukung). Sampai “sangat” berani tandem Pak Budiono (non Partai) sebagai wapres.

Dengan kondisi ini, SBY dengan strateginya yang lucu dan lugu mengajak sinergi beberapa partai melalui sebuah koalisi (tentu maksudnya penguatan), dengan bargainingnya adalah posisi menteri dan jabatan lainnya. Ini pastilah koalisi semu. Ya, mudahlah difahami atas “semunya” koalisi ini, jawabannya cuma satu adalah sebagai ketua harian koalisi adalah Aburizal Bakrie (sang Ketum PG)…..????!!!! Pastilah Ical akan setengah hati bekerja disana, Fakta kan??? Mungkin Pak SBY pikir atau samakan dirinya "memimpin/pembina" saat sebagai Pembina Partai Demokrat dan Pembina Koalisi. Beda dong, sangat beda!!!! Memimpin Aburizal Bakrie dan memimpin Anas, dkk…Oh, jauh sekali.

Pastinya sekarang Partai Demokrat berjalan sendiri tanpa dukungan “riel” atau “total” dari partai koalisi lainnya, termasuk juga saya pastikan itu terjadi pada Partai PAN (terkecuali pribadi sang calon besan SBY yang juga Ketum PAN, Hatta Radjasa, mungkin masih loyal karena hubungan pribadi). Banyak partai dampingi SBY tapi sesungguhnya hanya menjadi “tulang” bagi SBY sendiri, SBY sepertinya lugu juga dalam strategi ya, atau maklum karena SBY adalah seorang jenderal yang banyak bekerja dibelakang meja bukan diteritorial saat masih aktif diketentaraannya.

Karena hulu sakit maka Hilir dari strategi SBY ini adalah apa yang rakyat rasakan atau saksikan saat ini, carut marut perpolitikan dan juga korupsi merajalela dan terjadi dimana-mana, hampir semua sektor mulai hulu sampai hilir (metropolitan sampai perdesaan). Sangat gawat kondisi Partai Demokrat dewasa ini, karena jelaslah partai sekarang semua ambil ancang-ancang untuk Pemilu 2014 (itulah realita politik Indonesia).

Saya berkesimpulan disini bahwa SBY melupakan sejarah dan Pak Budiono karena bukan politikus dan praktisi maka tidak atau kurang memahami kondisi tersebut sampai berani “maaf karena saya praduga” masuk kelumpur berpasangan dengan SBY seperti saat ini terjadi. Kenapa saya katakan Pak Budiono masuk lumpur tanpa sadar??? Ya, karena posisi atau kondisi Pak Budiono pasca 2014 bagaimana, bila Kasus Century tidak diselesaikan??? Banyak misteri akan terjadi disini pasca KIB-II atau bisa jadi misteri terungkapmenjelang Pemilu 2014 ???. Kasian Pak Budiono…….semoga diberi Kesabaran dan Hidayah. Khususnya Pak SBY semoga pula diberi hidayah untuk konsentrasi mengurus negeri ini. Selalu saya katakan dari setiap tulisan saya; Minta SBY keluar dari PD. Karena sepanjang Pak SBY masih di PD maka selama itu pula Pak SBY tidak akan konsentrasi pada bangsa dan negara.

Ingat Pak SBY..... Ini priode kedua, tidak mungkin masuk periode ketiga, Ibu Ani juga sangat susah masuk RI-1, putera Pak SBY juga demikian. Kader Pak SBY juga nanti, pasti melawan semua Pak SBY pasca 2014. Lepaskan PD dech....Sebaiknya Pak SBY lupakan pemilu 2014, bekerjalah untuk negara, buat kenangan manis Pak SBY. Sekarang  rakyat menuntut janji dan baktimu. Ingat pula.... Pak SBY pernah katakan bahwa “kesetiaan saya pada partai akan habis bila kesetiaan pada bangsa dan negara “rakyat” dituntut”….. mungkin Pak SBY ingat itu...atau tolong ingat itu....Allah SWT mendengar dan mencatat itu.

Trash and Entrepreneurs, GIH Foundation

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline