Lihat ke Halaman Asli

H.Asrul Hoesein

TERVERIFIKASI

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Cerita Seorang Intelijen

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bandara Ngurah Rai Manado_dok.asrul

Postingan cerita perjalanan saya ini merupakan “kado” buat kapolri baru (siapapun yang terpilih), untuk mengoptimalkan kerja Polri, terkhusus Intelijen Polri, entah ini lemah atau bagaimana? Yang pasti harus ada reformasi khususnya di bagian intelijen dan reserse. Kerja intelijen sangat penting, karena dialah sipembuka tabir informasi, dari buta dan kabur menjadi terang dan nyata. Kenapa sering terjadi salah tangkap karena kerja intelijen tidak akurat atau sengaja tidak diakuratkan, atau mungkin tidak adanya atau kurang kordinasi antar bagian yang lain dengan pihak intelijen. Mungkin ada ego sektoral disana.

Semua butuh di publish atau dihargai, walau caranya mungkin berbeda bentuk penghargaannya. Kenapa ini semua terjadi, karena kelihatannya semakin maju peradaban, otak kiri (perhitungan materi/angka) semakin berperan dan didahulukan. Kenapa ya? Apa yang salah di republic ini? Apa yang salah dengan diri kita?.

Cerita dan Fakta

Sedikit ada cerita, tapi ini fakta dan mungkin pula terjadi disekitar Anda, cerita ini juga sebagai perhatian kepada person polri yang kebetulan bertugas sebagai intelijen polri atau intelijen negara.

Baru-baru ini saya berkunjung ke salah satu provinsi bagian timur Indonesia, tepatnya Sulawesi Utara, di bandara “Sam Ratulangi” Manado, sempat ngopi bareng di cafe bandara, duduk semeja dengan seseorang sebut namanya si fulan, tampil (performance) layaknya seorangpengusaha (wow keren) dengan blackberry hitam di tangan plus iPadnya, dan sementara online dengan membaca salah satu berita di kompas.com, sempat saya ngintip sedikit… saya pikir buka kompasiana……hihihihihi.

Dalam perkenalan si fulan tadi, saya beri kartu nama, ya…normal dalam sebuah perkenalan, apalagi si fulan menanyakan aktivitas saya lebih dulu. Setelah sedikit saya jelaskan maksud kedatangan saya di ibukota provinsi Nyiur Melambai ini. Balik saya bertanya, karena si fulan tidak beri kartu namanya; Pak fulan…. aktivitasnya apa dan dimana? Ya, dia jelaskan sedikit, saling tukarlah info saat itu. Mengherankan, sesaat menuju ke pesawat, si fulan tadi beritahu saya: Pak …saya sebenarnya polisi dan intel di salah satu kesatuan dan ke Manado ini, kebetulan ada tugas negara.

Setelah di pesawat, syukur Alhamdulillah kebetulan saya bersebelahan duduk (seat), saya coba tanya, layaknya intel bertanya kepada intel …hehehehe…. Pak….pangkatnya apa?, dimana kesatuannya? Intel Si fulan itu menjawab; Oh, pangkat saya AKBP (ajun komisaris besar polisi) dan bertugas di salah satu tepat (dia sebut lagi nama kota dan provinsinya). Saya sih secara pribadi untung dengan pertemuan dan info itu. Namun substansi keheranan saya bukan disana, tapi substansi atau eksistensi “intel” yang kadang keliru orang menanggapinya.

Kenapa saya heran? Ia, sepengetahuan saya, seorang polisi atau siapa saja yang diberi tugas sebagai intel, sama sekali jangan perkenalkan diri sebagai intel, karena pada saat Anda sebut jati diri sebagai intel, maka pupuslah eksistensi “intel” itu dipundak Anda, apalagi orang baru kenal. Bagaimana bisa melacak, sudah kenal duluan…hehehehehe. Koq perwira polisi berpikir begini?.

Fenomena semacam ini harus dihilangkan di person Polri yang kebetulan bertugas atau diberi tanggung jawab pekerjaan sebagai intelijen. Jadi mungkin sebaiknya, tugas intelijen itu lekatkan di fungsi lain, atau setiap bagian kerja di Polri yang signifikan tugasnya dengan kriminal, dll (termasuk kriminal ekonomi), tempatkan atau fungsikan intelijen disana, supaya mereka juga terpublish dengan professional (bukan intelnya yang terpublish). Jangan seperti cerita atau kejadian (fakta) diatas saya itu. Kasian mereka, momentum promosinya sangat rawan dan sempit, sementara manusia secara natural wajar mendapat promosi itu. Secara manusiawi saya tidak salahkan si fulan diatas. Mungkin kalau ada penggabungan reserse dan intel (resintel), bisa jadi cuma mengatakan; saya polisi reserse, bukan menyebut dirinya intel, dst. Makanya melalui cerita postingan ini serta beberapa postingan saya lainnya tentang kinerja Polri kedepan, mengusulkan bahwa sebaiknya gabungkan reserse dengan intelijen menjadi resintel.

asrulhoeseinBROTHER

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline