Lihat ke Halaman Asli

H.Asrul Hoesein

TERVERIFIKASI

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

SBY Segera Lantik Jaksa Agung

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_271028" align="aligncenter" width="228" caption="Gedung Bundar Menanti Jagung_dok.asrul"][/caption]

Setelah Presiden SBY mengeluarkan Keppres No.104/2010 tentang pemberhentian Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung dan menunjuk Pak Darmono, Wakil Jaksa Agung (25/9) menjadi Plt. Jaksa Agung, jelaslah bahwa, tidak ada keputusan strategis yang bisa dilakukan oleh pelaksana tugas. Tugas Plt. Jaksa Agung terbatas sebagimana undang-undang kejaksaan itu sendiri. Presiden SBY, seharusnya dalam waktu seminggu ini sudah harus dan perlu segera mengangkat jaksa agung baru, bisa dari jaksa karir atau nonkarir, tergantung sepenuhnya presiden (penunjukan jaksa agung adalah rana dan hak prerogative presiden)

Kejaksaan Agung RI telah dipimpin sebanyak 22 orang Jaksa Agung, hanya 5 orang Jaksa Agung dari internal kejaksaan (jaksa karir). Dari data tersebut, diharap “komunitas jaksa” yang kemarin memprotes masuknya Jaksa Agung nonkarir tidak perlu dipermasalahkan lagi. Karir dan nonkarir sama saja, yang penting bisa diterima dan berintegritas tinggi (track recordnya bagus), kapabilitas/kapasitas dan berani bekerja (radikal) tanpa mau ditekan (diintervensi) oleh siapapun termasuk dan yang utama dari presiden itu sendiri. Kalau organ kejaksaan memaksakan Jaksa Agung dari dalam (jaksa karir), bisa ditengarai ada bobrok internal kejaksaan yang akan disembunyikan, tapi memang hal ini menjadi perhatian tersendiri, karena hampir seluruh organ jaksa (pusat dan daerah) sangat merisaukan rakyat.

Ganti Patrialis Akbar dan Sudi serta Kembalikan Deny Indrayana ke UGM

Presiden SBY, jangan sampai salah pilih lagi (subyektif), karena akan berdampak negative pula pada presiden itu sendiri. Haruslah hati-hati. Diharap Pak SBY memakai akal dan hatinya (kami percaya itu) untuk memilih Jaksa Agung, untuk sementara, jajaran lingkar satu istana abaikan dulu (Pak SBY perlu pula konsolidasi dan mempertimbangkan eksistensi Staf Khususnya Deny Indrayana (sebaiknya kembali ke UGM saja, jadi dosen disana, ceritakan kepada mahasiswa pengalaman berharga selama di Istana) termasuk eksistensi Mensekneg Pak Sudi Silalahi, walau punya kedekatan ekstra dengan Pk SBY, tetap harus di reshuffle, terlebih terhadap Menkumham. Patrilis Akbar, perlu di reshuffle, Patrialis sangat keliru memahami putusan Mahkamah Konstitusi. Bijaksana sekali kalau Pak SBY kembalikan Patrialis kepangkuan Pak Hatta (Partai PAN).

Jika berdasar pada asas kemanfaatan dengan tujuan membersihkan kejaksaan dari praktik-praktik mafia hukum. Jaksa Agung nonkarir perlu Pak SBY pertimbangkan. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa mafia hukum dalam suatu institusi penegak houkum-termasuk kejaksaan-biasanya dilakukan secara sistemis. Artinya, sulit bagi kita untuk mengharapkan seorang jaksa agung karir akan memperbaiki institusi kejaksaan ditengah semangat melindungi korps yang begitu kuat dari institusi kejaksaan itu sendiri.

Figur Jaksa Agung nonkarir, Presiden SBY, bisa mempertimbangkan dua calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dihasilkan Panitia Seleksi, Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto, kedua figure tersebut tidak perlu diragukan lagi integritas moralnya berikut keberanian dalam bertindak.

DPR dan Presiden SBY perlu mengambil sikap tegas dan cepat dalam hal ini, Mungkin sebaiknya sebagai Ketua KPK adalah Bambang Widjojanto dan Jaksa Agung adalah Busyro Muqoddas.

[caption id="attachment_271047" align="aligncenter" width="334" caption="Diantaranya Calon Jagung ?!_dok-asrul"][/caption]

Beberapa pendapat mengusulkan bahwa, salah satu figure yang tidk terpilih menjadi pemimpin KPK, diangkat menjadi Jaksa Agung. Namun, ini menurut saya, KPK dan Jaksa Agung punya kapasitas yang sama dalam pemberantasan korupsi khususnya. Mungkin, bila Jaksa Agung bekerja serius, bisa lebih valid dibanding KPK, karena punya jejaring sampai di kab/kota.

Jaksa agung baru harus mampu menuntaskan beberapa agenda penting, tapi terpenting harus berani memberantas mafia hukum di jajaran kejaksaan itu sendiri yang sudah sangat sistemik, baik di Kejaksaan Agung (pusat), Kajati (provinsi) dan kajari (kab/kota). Banyak oknum jaksa yang terlibat dalam rekayasa kasus, dan hingga saat ini belum juga diproses. Itu karena mereka saling melindungi dan memang sudah prah penyakitnya.

Menurut UU No.16/2004 tentang Kejaksaan, tidak boleh ada dikotomi jaksa agung dari dalam atau luar. Terpenting adalah jaksa agung terpilih harus benar-benar punya integritas dan kemampuan melanjutkan reformasi di tubuh kejaksaan.

asrulhoeseinbrother

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline