Lihat ke Halaman Asli

H.Asrul Hoesein

TERVERIFIKASI

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Bukan Menipu Allah Tapi Menipu Diri Sendiri

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

يُخَادِعُونَ اللّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلاَّ أَنفُسَهُم وَمَا يَشْعُرُونَ

“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.” [QS.Al-Baqarah [2]:9]

Oleh karena itu, Allah membalas keyakinan mereka dengan firman-Nya,"Dan tidaklah mereka menipu melainkan pada dirinya sendiri, sedang mereka tidak sadar." Artinya, jika dalam kehidupan dunia ini orang munafik menipu kaum mukmin, berarti dia menipu diri sendiri, karena perbuatan itu tampak jelas bagi diri mereka, perbuatan itu memberikan kematian pada diri, meminuminya dengan gelas kejahatan diri, dan dialah yang menjerumuskan diri pada kancah kebinasaannya, yang menjejali diri dengan gelas azab, dan yang menjerumuskannya kepada kemurkaan Allah dan kepedian siksa-Nya yang tiada tara. Itulah tipuan munafik pada dirinya sendiri, padahal dia menduga telah berbuat baik kepada dirinya itu, sebagaimana firman Allah,"Dan tidaklah mereka menipu melainkan terhadap dirinya sendiri.'

Siapakah para penipu Allah tersebut?

Seorang sahabat bertanya pada Rosulullah SAW; Wahai Rosulullah!, amal apa yang bisa menyelamatkan (kami) besok (hari kiamat)?, Rosulullah SAW menjawab: jika kamu tidak menipu Allah SWT. Mereka bertanya lagi: Bagaimana (mungkin) kami menipu Allah SWT?. Rosulullah SAW bersabda: Yaitu apabila engkau melaksanakan perintah-perintah Allah SWT (taat), namun dengan taat itu engkau masih mempunyai tujuan selain Allah SWT. Takutlah kalian dari perbuatan riya’ (pamer), karena riya’ itu termasuk perbuatan syirik pada Allah SWT. Sungguh orang riya’ kelak pada hari kiamat akan dipanggil di hadapan makhluk-makhluk Allah SWT dengan empat sebutan: YA KAFIR (Hai orang kafir), YA FAJIR (Hai orang yang bermaksiat), YA GHODIR (Hai penghianat), YA KHOSIR (Hai orang yang merugi), perbuatanmu sesat, pahalamu hangus, pada hari ini kamu tidak memiliki bagian sedikitpun (dari amalmu). Wahai penipu !, mintalah pahala dari orang yang engkau maksudkan ketika engkau beramal.

Bahkan Syekh Nasr bin Muhammad As Samarkandiy mengatakan bahwa; Barang siapa berharap untuk mendapatkan pahala amal di akherat, maka hendaknya dia memurnikan amalannya hanya karena Allah SWT semata, tanpa “dicemari” perasaan riya’, kemudian lupakan amalan tersebut, supaya nilai ibadahnya tidak hangus karena ‘ujub (membanggakan diri). Karena menjaga taat itu lebih sulit dari pada melaksanakannya.

Syekh Abu Bakar Al Wasithi juga mengatakan bahwa; menjaga ketaatan itu lebih berat dari pada melaksanakannya. Taat itu diibaratkan seperti kaca, cepat (mudah) pecah, dan tidak bisa ditambal. Demikian juga amal ibadah (taat), jika amal sudah “tercemar” riya’ atau ‘ujub, maka amal itu akan hancur (tidak bermanfaat).

Apabila ada seseorang melaksanakan suatu perbuatan, dan takut timbul riya’ dari dalam dirinya, maka hendaknya dia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengeluarkan perasaan riya’ dari dalam hatinya. Jika ternyata masih belum mampu melenyapkan riya’ dari dalam hatinya, maka hendaknya dia tetap melaksanakan amalan tersebut, dengan disertai istighfar, ,mohon ampunan pada Allah SWT, atas sifat riya’ yang masih melekat pada amal ibadahnya. Dengan demikian, semoga Allah SWT menunjukkan jalan menuju ikhlas pada amal ibadah yang lain.

Syekh Fudhail bin Iyadl mengatakan : berbuat amal karena manusia adalah riya’, dan riya’ itu dekat dengan syirik. Dan riyak dan syirik adalah perbuatan orang-orang munafik dan kafir. Syekh As-Siriy As-Saqathiy juga mengatakan : Barang siapa menghiasi dirinya untuk manusia dengan sesuatu yang tidak ada pada manusia, maka dia gugur dari pandangan Alah SWT. Pada hakekatnya, orang yang menipu Allah SWT itu menipu dirinya sendiri. Mereka tertipu dengan amal yang dilakukannya selama ini. Mereka mengira telah mengumpulkan banyak pahala. Namun sayang, hanya karena niat mereka tidak ditujukan pada Allah SWT, amal ibadah yang melelahkan dan menyita waktu itu tidak mempunyai nilai di hadapan Allah SWT. Semoga Allah SWT selalu membimbing hati kita untuk selalu taat kepada-NYA dengan hati yang tulus ikhlas…. Semoga kita semua tidak masuk digolongan penipu diri tersebut…Amin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline