Lihat ke Halaman Asli

Relevansi Tahlilan dan Pengamalan Pancasila

Diperbarui: 11 Januari 2024   11:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Instagram ipnuippnusikasur https://www.instagram.com/p/CfVAMH9BR9j/?utm_source=ig_web_copy_link&igsh=MzRlODBiNWFlZA==  

Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang bisa menyatukan bangsa yang majemuk. Pancasila telah menjadi falsafah hidup dan kepribadian bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai dan norma-norma luhur yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.

Menurut Ir Sukarno: Pancasila adalah isi jiwa bangsa Indonesia yang turun-temurun sekian abad lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan barat. Dengan demikian, Pancasila bukan hanya falsafah negara, melainkan lebih luas lagi yakni falsafah Bangsa Indonesia.

Pancasila tidak hanya sekadar simbol persatuan dan kebanggaan bangsa Indonesia. Namun, Pancasila adalah acuan kehidupan, berbangsa dan bernegara seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, kita wajib mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Pancasila bersumber dari kebudayaan asli Indonesia. Di antara berbagai macam budaya di Indonesia ada salah satu budaya masyarakat yang menjadi cerminan nilai-nilai Pancasila yaitu budaya tahlilan di kalangan nahdliyin. Bagi mereka, tahlilan merupakan ajang silaturahmi yang besar manfaatnya. Meskipun ada pro dan kontra mengenai budaya tahlilan, tetapi sejak dahulu budaya tersebut tetap bertahan sampai sekarang.

Adapun nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam tahlilan sebagai berikut.

Pertama, pengamalan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Tahlilan sebagai tradisi nahdliyin merupakan  pengamalan sila pertama. Di dalam tahlil pasti ada bacaan surat Al ikhlas ayat pertama yang artinya "Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa." Di samping itu tahlil merupakan salah satu bentuk ibadah dalam ajaran Islam. Dengan demikian, tahlil merupakan cerminan keyakinan atau ketaqwaan kepada Tuhan.

Kedua, pengamalan nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam tahlilan, siapapun boleh bergabung baik tahlilan itu berbentuk majlis maupun undangan. Mereka bersama-sama membaca tahlil tanpa membedakan status.

Ketiga, pengamalan nilai Persatuan Indonesia. Tahlilan merupakan ajang pemersatu  warga. Mereka secara bersama-sama membaca doa. Mereka duduk bersama tanpa pilih-pilih dengan siapa, dari mana, ataupun suku mana. Saling mengirim doa baik untuk orang kaya ataupun orang miskin, pejabat ataupun rakyat jelata.

Keempat, pengamalan nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Pelaksanaan tahlil dipimpin oleh seorang pemimpin yang biasa disebut imam. Imam tahlil biasanya dipilih melalui musyawarah. Sebelum tahlil dimulai, biasanya mereka bermusyawarah untuk memilih seorang imam. Meskipun kadang seorang imam sudah dipersiapkan sebelumnya. Begitu juga dengan yang memimpin doa, biasanya ditawarkan kepada siapa saja yang hadir. Selain itu, pemimpin tahlilan akan meminta pendapat kepada jamaah, apakah tahlilan sudah bisa dimulai. Begitu juga sebelum dibubarkan, biasanya Imam meminta pendapat kepada jamaah. Itulah bentuk musyawarah yang tercermin dalam tahlilan.

Kelima, pengamalan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tahlilan memegang tinggi asas keadilan. Hal ini bisa kita lihat ketika duduk. Tidak ada perbedaan tempat duduk yang disediakan tuan rumah untuk para undangan yang hadir. Semua duduk dengan fasilitas yang sama. Tidak memandang seorang yang berpangkat ataupun rakyat jelata. Semua berbaur menjadi satu dan duduk bersama dalam tempat yang sama pula.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline