Mengutip pernyataan Rhenald Kasali dalam bukunya "Strawberry Generation," menyatakan bahwa generasi strawbery adalah generasi yang digambarkan menarik namun, rapuh karena memiliki mentalitas yang lemah.
Mentalitas yang lemah ini terbentuk selain karena pola asuh orang tua, juga disebabkan karena berbagai kemudahan yang manusia rasakan pada era revolusi industri 4.0. Kemudahan dalam mengakses informasi menjadikan generasi saat ini lebih mudah melakukan self diagnose.
Contohnya dapat dilihat dari berbagai platform media yang menyediakan tes kepribadian, tes gangguan kesehatan mental dan lain sebagainya. Hal tersebut, membuat mental generasi saat ini lebih mudah terpengaruh dengan apa yang pertama mereka lihat tanpa memastikan kebenarannya. Sehingga, akan sangat sulit untuk merubah pola pikir mereka yang telah terpengaruh oleh berbagai media yang belum tentu valid.
Sisi lain dari generasi strawbery adalah keberanian dalam mengekspresikan diri terutama menggunakan media sosial. Kehadiran media sosial telah membuat kebebasan berekspresi semakin luas, begitupun pada generasi saat ini. Dapat dilihat berbagai kreativitas dan karya yang dihasilkan oleh generasi saat ini terkadang merupakan gagasan yang tidak terpikir oleh generasi-generasi sebelumnya.
Namun, karena memiliki mentalitas yang lemah, akan sangat sulit bagi generasi strawbery dalam mendapat dan menerima kritikan dengan baik. Terdapat kecenderungan untuk menyerang balik kritik yang telah dilontarkan pada mereka dengan bersembunyi di balik kalimat "kebebasan berekspresi" dan "toleransi," padahal pada kenyataannya kritikan dan saran yang membangun merupakan hal yang diperlukan dalam mengembangkan diri ke arah yang lebih baik.
Layaknya pedang bermata dua, generasi strawberry ini sesungguhnya merupakan potensi yang sangat menjanjikan dalam membawa kesejahteraan bagi Indonesia. Hanya saja, generasi tersebut, sangat rapuh dan tidak dimungkinkan untuk mendapatkan tekanan, di tengah dunia yang justru semakin berkembang dan menuntut akan banyak hal. Jika permasalahan ini tidak segera diatasi, maka memungkinkan Indonesia mengalami ketertinggalan.
Oleh karena itu, diperlukan solusi dalam penyelesaian permasalahan generasi saat ini. Salah satunya dengan pemberian edukasi melalui media yang dekat dengan generasi strawberry, yaitu media sosial guna peningkatan pemahaman akan self awareness dan penguatan ikatan sosial mereka dengan lingkungannya guna memperlancar kegiatan pembangunan nasional.
Mahasiswa sebagai bagian dari Gen Z, memiliki peran penting dalam merubah Gen Z yang semula menjadi penghambat dalam pembangunan, menjadi Gen Z yang berstatus sebagai Human Capital bagi pembangunan nasional. Human Capital atau modal manusia merupakan individu-individu yang membentuk masyarakat dan berperilaku selaras dengan visi dan misi pembangunan nasional. Guna mewujudkan Human Capital diperlukan peningkatan kecerdasan emosisonal tidak hanya kecerdasan intelektual.
Daniel Goleman dalam (Abdullah, 2015), mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengenal diri sendiri, orang lain, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri serta kemampuan dalam mengelola emosi baik pada lingkungan sendiri maupun hubungan dengan orang lain.
Selanjutnya Goleman berpendapat jika generasi sebelumnya akan memiliki kemampuan mengendalikan emosi yang lebih baik dari generasi setelahnya yang cenderung lebih sulit dalam mengendalikan emosinya sehingga lebih mudah murung, merasa kesepian, kurang menghargai sopan santun, mudah cemas, agresif dan lain sebagainya. Oleh karena itu, generasi tersebut akan sulit dalam menjalani kehidupan di lingkungan sosial sebagaimana generasi sebelumnya.