Lihat ke Halaman Asli

Pengusaha Batu Bara Terancam Dilarang Ekspor, Mineral Selanjutnya?

Diperbarui: 17 Agustus 2022   14:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi mineral (sumber: ekbis.sindonews.com)

Tahun 2022 ini, (mungkin) kementerian yang sering menjadi buah bibir oleh publik adalah Kementerian ESDM. Sebutan ini tidak serta merta datang begitu saja, masyarakat mencatat dan menilai bahwa sederet kebijakan ESDM telah bikin geger, khususnya bagi para pihak terkait yang beririsan dengan kementerian tersebut. Sebagaimana halnya yang terjadi di Januari 2022. Saat itu, Presiden Jokowi bersama Kementerian ESDM melakukan penyetopan ekspor batu bara.

Meskipun larangan ekspor (LE) tersebut tidak berlangsung lama setelah dicabut per 12 Januari di tahun ini, namun tetap saja membuat pusing para pengusaha batu bara. Di saat pengusaha 'tak bisa ekspor batu bara yang dihargai lebih tinggi daripada pasokan ke dalam negeri untuk memenuhi kewajiban DMO dengan harga lebih rendah, tentunya profit kepada perusahaan akan jauh berkurang. Dan, negara akan merasakan dampak pengurangan kontribusi dari sektor tambang tersebut.

Benar saja, menurut data Badan Pusat Statistik, akibat LE (walaupun hanya 11 hari), nilai ekspor Januari 2022 menurun. Sektor pertambangan menyumbang penurunan hingga 42,88 persen dengan nilai ekspor sebesar US$1,07 miliar.

Kala itu, Ridwan Djamaluddin selaku Dirjen Minerba ESDM mengatakan bahwa LE diberlakukan untuk mengamankan pasokan batu bara di dalam negeri yang mulai kritis. Khawatirnya, kalau tidak ada kebijakan LE, lebih dari 10 juta pelanggan terancam mati lampu. 

Namun, pihak Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia menyayangkan sikap ESDM yang satu ini. Menurut Arsjad Rasjid selaku Ketua KADIN, kebijakan sepihak itu terlalu tergesa-gesa di tengah upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi.

Menurutnya, anggota KADIN Indonesia banyak yang merupakan pemasok batu bara dan mereka telah berupaya maksimal untuk memenuhi kontrak penjualan serta aturan penjualan batu bara untuk kelistrikan nasional sebesar 25 persen. Hal tersebut dilakukan sebagaimana diatur dalam Kepmen 139/2021, bahkan mereka telah memasok lebih dari kewajiban DMO sesuai harga untuk kebutuhan PLTU, PLN, dan IPP. 

Pernyatan Ketua Kadin juga senada dengan perwakilan dari para pengusaha batu bara di Asosiasi Penambang Batubara Indonesia (APBI). Ketua APBI, Pandu Sjahrir mengatakan keputusan ini terlalu tergesa-gesa tanpa adanya pembahasan dengan pelaku usaha. Ia memaparkan bahwa anggota APBI-ICMA telah berusaha maksimal untuk memenuhi kontrak penjualan dan aturan penjualan batu bara untuk kelistrikan nasional sebesar 25 persen pada tahun 2021. Bahkan, menurutnya, sebagian perusahaan telah memasok lebih dari kewajiban DMO. 

Kelegaan para pengusaha batu bara tidak 'langgeng'. Belakangan ini muncul lagi ancaman dari Kementerian ESDM untuk melakukan penyetopan ekspor batu bara kembali. Dikarenakan ada 20 perusahan batu bara yang seakan-akan tidak patuh untuk pemenuhan DMO ke sektor PLN dan industri semen-pupuk.

Sebenarnya bukan tanpa alasan pengusaha batu bara mengambil sikap seperti itu. Lagi-lagi karena tidak seimbangnya harga batu bara di pasar global dan dalam negeri. Hal ini lebih lanjut dijabarkan oleh Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Anggawira bahwa adanya disparitas harga batu bara DMO dengan harga pasar. 

Ia menjelaskan bahwa harga batu bara ICE Newcastle Coal untuk kontrak September 2022 sudah berada di level US$ 375 per ton. Selisihnya dengan harga DMO untuk PLN adalah US$305 per ton dan untuk industri pupuk US$285 per ton!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline