Oleh : Hasna Hudiya
Tahun 2020 kemarin menjadi awal tahun dimana virus Covid-19 masuk ke Indonesia. Virus Covid-19 tersebut terdeteksi di Indonesia sejak 2 WNI terkonfirmasi positif Covid-19 setelah kontak langsung dengan warga Jepang. Tentu saja kabar tersebut langsung membuat masyarakat khawatir. Namun tidak sedikit masyarakat yang berspekulasi bahwa di Indonesia masyarakat-masyarakat nya memiliki daya tahan tubuh yang kuat dan kebal terhadap berbagai macam virus. Mengapa demikian, masyarakat berspekulasi seperti itu karena menganggap bahwa Indonesia memiliki rempah-rempah yang melimpah. Sehingga cukup dengan mengonsumsi jamu hasil racikan rempah-rempah tersebut masyarakat akan menjadi lebih kebal.
Namun spekulasi yang dibuat oleh masyarakat dipatahkan dengan fakta-fakta yang ada dilapangan. Bahwa jumlah kasus Covid-19 semakin bertambah setiap harinya. Berdasarkan data dari satuan tugas penanganan Covid-19 kasus terkonfirmasi per 31 Desember Kasus positif Covid-19 bertambah 8.074 menjadi 743.198 kasus. Pasien sembuh bertambah 7.356 menjadi 611.097 orang. Pasien meninggal bertambah 194 menjadi 22.138 orang. Sejak kasus Covid-19 terus melonjak masyarakat mulai menyadari pentingnya waspada terhadap virus tersebut.
Tidak hanya masyarakat, pemerintah pun langsung mengambil langkah tegas dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk mencegah penularan Covid-19. Pemerintah menghimbau masyarakat untuk melakukan Social Distancing atau menjaga jarak, menjauhi kerumunan, memakai masker, sering mencuci tangan, dan lain sebagainya. Kebijakan tersebut diharapkan dapat membawa dampak baik terhadap penularan Covid-19.
Sayangnya langkah tersebut tidak juga membawa kabar baik, kasus Covid-19 terus saja bertambah. Hingga akhirnya pemerintah memutuskan untuk melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), membatasi kegiatan public seperti melakukan Work From Home (WFH) untuk para karyawan, meniadakan kegiatan di sekolah, kampus dan digantikan dengan Pembelajaran Daring atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), menutup tempat ibadah, melarang mudik pada saat lebaran, mengadakan jam malam, dan lain-lain. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tentu saja berdampak terhadap banyak sektor. Baik sektor ekonomi dimana laju pertumbuhan eonomi semakin menurun karena banyaknya karyawan yang terkena PHK/pemotongan gaji/mengalami gulung tikar dan lain-lain. Tidak hanya sektor ekonomi, sektor lain seperti pendidikan pun terkena dampaknya. Pendidikan formal yang awalnya dilakukan secara tatap muka diganti dengan sekolah via daring atau online.
Pendidikan merupakan hal utama yang wajib anak peroleh dalam hidupnya. Pendidikan dilakukan untuk mngembangkan potensi-potensi yang ada pada diri manusia. Semenjak pandemi Covid-19 melanda, dampak Covid-19 sangat dirasakan oleh dunia pendidikan. Bagaimana tidak, kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yaitu melakukan kegiatan belajar mengajar via daring membuat guru, murid, bahkan orang tua merasakan dampaknya. Semua elemen tentu saja mengalami ketidaksiapan karena peralihan dari sistem konvensional menjadi sistem online.
Pada dasarnya jalur pendidikan di Indonesia terbagi menjadi 3, yaitu pendidikan informal, formal, dan non formal. Pendidikan informal adalah pendidikan pertama anak karena didapatkan melalui keluarga, penanaman nilai dan norma oleh keluarga. Pendidikan formal memiliki jenjang pendidikan yang jeas. Mulai dari SD, SMP, SMA, PT (Perguruan Tinggi). Di Indonesia anak wajib menempuh pendidikan formal selama 9 tahun yaitu SD-SMA. Pendidikan formal lebih difokuskan pada emberian keahlian atau skill guna terjun ke masyarakat. Dalam lingkungan formal ini setiap individu akan mendapatkan pendidikan yang lebih luas mengenai pedoman dan etika moral kemanusiaan untuk bekalnya dalam menghadapi pergaulan di masyarakat (Sulfasyah, 2016 : 2. Kurikulum pada pendidikan formal memiliki karakteristik yaitu kurikulumnya dirancang oleh pemerintah, sistemnya sangat kaku dan terstruktur, negara memegang otoritas sangat dominan, kurikulum pendidikan formal berlangsung sepanjang manusia itu ada dan ditandai dengan ijazah. Sedangkan pendidikan non formal bersumber dari masyarakat dimana karakter dan kepribadian anak mulai terbentuk sesuai situasi dan kondisi. Pendidikan non formal memiliki karakteristik seperti berikut, pendidian nonformal banyak dikelola oleh masyarakat, sistem pendidikannya lebih luwes dan fleksibel, sebagai pelengkap pendidikan formal, peran negara tidak dominan karena masyarakat lebih memegang peran penting. Contoh pendidikan non formal misalnya TPA (Taman Pendidikan Al-Quran), sekolah minggu, bimbingan belajar, kursus musik dan lain-lain.
Pada masa pandemi seperti saat ini sekolah terpaksa melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) karena lebih memprioritaskan kesehatan dan keselamatan semua pihak. Kurikulum pendidikan formal yang biasanya memiliki karakteristik sangat ketat seperti yang sudah disebutkan diatas saat ini sudah tidak bisa diterapkan karena dapat membahayakan semua orang. Kurikulum pendidikan formal yang biasanya harus melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas, memakai seragam, mengikuti jadwal yang sudah ditentukan saat ini lebih banyak menggunakan prinsip-prinsip pada pendidikan non formal. Seperti yang sudah dipaparkan pada diskusi online yang diadakan oleh Unisba Blitar berjudul "Peran Pendidikan Non Formal di Era New Normal" bahwa salah satu narasumber mengatakan supaya pendidikan ditengah pandemi Covid-19 dapat tetap berjalan, maka sekolah formal saat ini telah menerapkan prinsip-prinsip pada pendidikan non formal, yaitu dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, yang maksudnya ialah dilakukan dengan lebih fleksibel.
Tentu saja hal tersebut guna mengurangi mobilitas masyarakat diluar rumah dan supaya tidak menimbulkan kerumunan. Dalam pendekatan fungsional kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan tersebut tujuannya untuk mencapai keteraturan sosial (Social Order) agar semua masyarakat dapat tertib dan taat aturan. Herbert Spencer sebagai salah satu tokoh yang mempengaruhi pemikiran Durkheim dalam pendekatan fungsional sering menganalisis masyarakat sebagai sistem evolusi, dan menjelaskan tentang "hukum rimba", berakar dari evolusi Charles Darwin, Spencer kemudian mengeluarkan teori yaitu survival of the fittest yang mengatakan dimana yang kuat itulah yang akan bertahan dan yang lemah akan menemui ajalnya (Rakhmat Hidayat, 2011 : 92). Seperti pada kondisi pendidikan ditengah pandemi saat ini, semua orang harus dapat beradaptasi dengan situasi baru, sistem pendidikan baru yang serba online supaya dapat bertahan, dan yang sulit beradaptasi akan merasa tidak nyaman dalam menjalaninya.
Kurikulum formal berbasis online yang biasanya banyak menggunakan buku teks cetak saat ini banyak mengeluarkan inovasi-inovasi baru untuk menunjang kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Terdapat banyak platform online yang dapat digunakan seperti Ruang Guru, Rumah belajar yang dikembangkan oleh kemendikbud, Quipper School, Zenius, Webex dan lain-lain. Dalam pendekatan fungsional Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan di mana didalamnya terdapat bagian-bagian yang mempunyai fungsi masing-masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Oleh karena itu, supaya pendidikan ditengah pandemi dapat berjalan lancar, maka semua elemen yang terlibat harus berperan penting.
Kesimpulannya pendidikan saat ini tidak dapat berjalan dengan baik hanya dengan satu pihak saja. Keadaan menuntut semua elemen untuk berpartisipasi. Seperti pada asumsi dasar struktural fungsional bahwa setiap struktur dalam sistem sosial fungsional terhadap yang lain. Guru sebagai peran utama dalam menanamkan nilai dan norma harus mampu menyesuaikan dengan menggunkan metode dan media pembelajaran yang menarik supaya peserta didik dapat menjalankan PJJ dengan nyaman. Orang tua juga harus memfasilitasi sang anak selama PJJ ini berlangsung baik dalam hal kuota internet, laptop/Handphone, makanan bergizi dan lain sebagainya. Pemerintah juga saat ini sudah menunjang kegiatan PJJ misalnya pemberian kuota internet gratis kepada para peserta didik atau mahasiswa, tidak hanya itu pemerintah juga memfasilitasi program-program belajar dari rumah yang dapat diakses secara gratis. Untuk peserta didik harus memanfaatkan secara baik dan benar fasilitas-fasilitas yang ada. Jika semua elemen sudah menjalankan fungsi dan perannya, maka akan mencapai keteraturan sosial (Social Order) dan fungsional.