Lihat ke Halaman Asli

Gender dan Ekonomi

Diperbarui: 1 Desember 2023   19:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada penelitian yang dilakukan oleh Agnes Vera Yanti Sitorus menjelaskan bahwa Ketidaksetaraan gender tidak berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah. Ketimpangan gender dalam pendidikan menyebabkan rendahnya produktivitas sumber daya manusia, yang tercermin dari rendahnya pertumbuhan ekonomi. Dampak tersebut berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi melalui kualitas sumber daya manusia dan produktivitas tenaga kerja. Ketidaksetaraan gender dalam pendidikan memiliki eksternalitas langsung. Mendidik perempuan memiliki eksternalitas positif berupa kuantitas dan kualitas pendidikan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Meningkatkan modal manusia meningkatkan laba atas investasi fisik, meningkatkan tingkat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Ketidaksetaraan gender dalam pendidikan juga menciptakan eksternalitas tidak langsung melalui efek demografis.(Sitorus 2016)

Pada jurnal utama yang dilakukan oleh Desi Mariaty Padang, Ali Anis, dan Ariusni menjelaskan bahwa Hubungan antara kesetaraan dan pertumbuhan ekonomi bersifat timbal balik. Yakni, pertumbuhan pendapatan dan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan perempuan. Peningkatan aktivitas ekonomi dapat meningkatkan kesetaraan gender dalam beberapa cara, termasuk melalui pembangunan ekonomi, peningkatan lapangan kerja dan produktivitas pasar tenaga kerja, dan penciptaan pasar tenaga kerja yang belum pernah terjadi sebelumnya.(Padang, Aris, Ariusni 2016)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Amiruddin Mustam menjelaskan bahwa Menurut Hafez dan Irwan Abdullah, ketidakseimbangan gender berarti ketidakseimbangan akses terhadap sumber daya sosial. Kesetaraan peran dan peran laki-laki dan perempuan dalam budaya ekonomi cenderung menggambarkan perempuan sebagai sekunder daripada jangkar dalam sistem budaya feodal dan kolonial. Menurunkan perempuan ke peran sekunder berarti bahwa laki-laki dan perempuan adalah mitra yang setara dalam membentuk budaya ekonomi. Cukup sederhana karena "mitra yang setara" tidak berarti "non-diskriminasi". Karena jika tidak ada perbedaan, akan ada dualitas manajemen rumah tangga, kepemimpinan laki-laki dan perempuan, atau perubahan kepemimpinan dalam rumah tangga (misalnya dari laki-laki ke laki-laki). Dari satu langkah ke langkah berikutnya, dari satu langkah ke wanita.(Mustam 2017)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Darmawati H. menjelaskan bahwa Masih ada perbedaan gender di semua bidang kehidupan di seluruh dunia. Salah satu jenis kesenjangan gender adalah kesenjangan upah. Kesenjangan upah gender telah mendapat perhatian besar dalam literatur karena hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika suatu negara berkembang, kesenjangan upah menyempit.(Darmawati 2018)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Novi Puspitasari, Herien Puspitawati, dan Tin Herawati menjelaskan bahwa Kesejahteraan subjektif juga secara signifikan terkait dengan pendapatan keluarga. Hasil yang diperoleh Alabi dan rekan (2006) Penghasilan adalah sumber daya keluarga yang paling penting dan digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan keluarga. Semakin banyak penghasilan yang diperoleh keluarga, semakin mereka dapat memenuhi kebutuhan mereka dan makmur. 

Variabel lain yang juga berhubungan signifikan dengan Kesejahteraan subyektif keluarga adalah tanggung jawab keuangan istri dan suami. Adriani (2000) menjelaskan bahwa kontribusi ekonomi perempuan ditentukan oleh jumlah anggota keluarga yang bekerja mandiri dan memperoleh penghasilan tunai. Kontribusi ekonomi perempuan yang lebih besar terhadap pendapatan keluarga menjamin kepuasan kebutuhan keluarga dan meningkatkan kesejahteraan subjektif keluarga.(Puspitasari, N., Puspitawati, H., dan Herawati 2013)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Lisa Nazmi dan Abdul Jamal menjelaskan bahwa Kesetaraan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan pendidikan perempuan. Meningkatnya peran perempuan dalam sumber daya manusia telah memberikan pengaruh positif terhadap pemberdayaan politik dan ekonomi perempuan (Galor dan Weil, 1996). Dengan cara ini, negara dapat menggunakan sumber daya manusia secara efektif. Akhirnya, penggunaan sumber daya manusia yang lebih baik dan lebih komprehensif akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi (Esteve-Volart, 2004).(Nazmi and Jamal 2018)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Erma Aktaria dan Budiono Sri Handoko menjelaskan bahwa Perbedaan gender dalam pendidikan mengurangi rata-rata jumlah sumber daya manusia di masyarakat. Kesenjangan ini menghalangi anak perempuan untuk mengakses bakat teknis, sehingga mengurangi keuntungan marginal dari pendidikan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak perempuan mempunyai prestasi lebih baik dibandingkan anak laki-laki, dan laba atas investasi dalam pendidikan ini jelas. Menutup kesenjangan gender dalam peluang pendidikan secara keseluruhan akan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi.(Aktaria and Handoko 2012)

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Samsul Arifin menjelaskan bahwa Perbedaan gender dalam pendidikan mengurangi rata-rata jumlah sumber daya manusia dalam masyarakat. Kesenjangan ini mencegah anak perempuan mengakses bakat berkualitas dan pada akhirnya mengurangi laba atas investasi dalam pendidikan. Kedua, pendidikan perempuan memiliki eksternalitas karena mengurangi angka kelahiran dan kematian bayi dan mendorong generasi mendatang untuk menerima pendidikan yang lebih baik. Tingkat kelahiran yang rendah menyebabkan eksternalitas positif yang mengurangi beban ketergantungan kerja. Ketiga, kesetaraan gender dalam pendidikan dan pekerjaan memiliki efek positif pada daya saing perdagangan internasional suatu negara. Keempat, peningkatan akses perempuan terhadap pendidikan dan pekerjaan di sektor formal dapat meningkatkan daya tawar mereka di dalam rumah tangga. Hal ini penting karena baik perempuan maupun laki-laki memiliki pola tabungan dan investasi (termasuk investasi non-finansial seperti kesehatan dan pendidikan anak) yang dapat meningkatkan sumber daya manusia generasi mendatang dan pada akhirnya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.(Arifin 2018)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline