Lihat ke Halaman Asli

Pelanggaran dan Pembangkangan Bupati Buton Utara Serta Gagalnya Usul Peraturan Pemerintah

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kabupaten Buton Utara baru saja merayakan hari jadinnya yang ke - 7 tanggal 2 Januari 2014 yang lalu. Buton Utara merupakan Daerah Otonom Baru (DOB) pemekaran Kabupaten Muna yang terbentuk berdasarkan Undang – Undang RI Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kabupaten Buton Utara di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Ibarat manusia, umur 7 tahun mestinya menjadi masa pertumbuhan yang baik serta memerlukan suasana pengasuhan yang kondusif. Namun berbeda dengan Kabupaten Buton Utara, hingga umur 7 tahun saat ini, terus didera konflik sosial politik yang berkempanjangan. Sebuah proses pertumbuhan yang sangat ironis. Kabupaten yang dalam perjuangan pembentukannya begitu heroik harus dilanda konflik sosial politik tak berujung.

Konflik berkepanjangan yang terus melanda, sesungguhnya berawal dari kemelut penempatan Ibu Kota Kabupaten Buton Utara, selain itu juga adanya rasa ketidakadilan masyarakat serta adanya sikap arogansi yang ditunjukan oleh Bupati Buton Utara Muh. Ridwan Zakariah yang terpilih tahun 2010. Dalam Pasal 7 Undang –Undang Nomor 14 Tahun 2007 yang merupakan undang – undang pembentukan Kabupaten Buton Utara, menyebutkan bahwa Ibu Kota Kabupaten Buton Utara terletak di Buranga Kecamatan Bonegunu.

Meskipun tuntunan undang – undang begitu jelas, namun Bupati Buton Utara Muh. Ridwan Zakariah menolak dan tak bersedia memfungsikan Buranga Kecamatan Bonegunu sebagai Ibu Kota Kabupaten Buton Utara, Muh. Ridwan Zakariah tak mau berkantor atau memusatkan pelayanan pemerintahan di Buranga Kecamatan Bonegunu, sebaliknya Bupati Buton Utara justru mengalihkan Ibu Kota atau Pusat Pemerintahan di Ereke Kecamatan Kulisusu yang berjarak lebih 60 km dari Buranga. Bukan sebatas itu, seluruh bangunan kantor satuan kerja (dinas), pembangunannya dipusatkan di Ereke Kecamatan Kulisusu, sebaliknya seluruh proses pembangunan kantor satuan kerja (dinas) di Buranga dihentikan. Hingga saat ini Bupati Buton Utara Muh. Ridwan Zakariah masih tetap bertahan berkantor atau memusatkan pemerintahannya di Ereke.

Menteri Dalam Negeri RI Gamawan Fauzi telah 5 (lima) kali melakukan teguran dan instruksi terhadap Bupati Buton Utara melalui Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara atas pelanggaran perundang-undangan yang dilakukan oleh Bupati Buton Utara tersebut. Semua teguran dan instruksi Mendagri tak satupun diindahkan oleh Bupati Buton Utara. Bahkan sebaliknya, bupati Buton Utara justru melakukan perlawanan dengan memperkarakan Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kabupaten Buton Utara ke Mahkamah Konstitusi RI. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi RI 18 Juli 2012, Bupati Buton Utara sebagai pemohon kalah, pada amar putusan MK dinyatakan “Menolak Keseluruhan Permohonan Pemohon”. Walau demikian, Bupati Buton Utara Muh. Ridwan Zakariah juga tetap tak mau melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi.

Berpijak pada Putusan Mahkamah Konstitusi, Tanggal 4Desember 2012, Mendagri mengeluarkan instruksi Nomor : 130.74/4973/SJ kepada Bupati Buton Utara agar mentaati putusan Mahkamah Konstitusi dan segera memfungsikan Ibu Kota Kabupaten Buton Utara, serta memusatkan penyelenggaraan pemerintahan Buton Utara di Buranga Kecamatan Bonegunu sesuai perundang-undangan paling lambat Maret 2013. Hingga Maret 2013, Bupati Buton Utara Muh. Ridwan Zakariah tetap memfungsikan Buranga sebagai Ibu Kota atau Pusat Pemerintahan Kabupaten Buton Utara, akibatnya pada Bulan April 2013, Mendagri menurunkan Tim Ke Buton Utara bersama Kementerian Hukum & Ham, serta Kemenkopolhukam untuk melakukan Pemeriksaan Khusus terhadap Pelanggaran dan Pembangkangan perundang-undangan yang dilakukan oleh Bupati Buton Utara Muh. Ridwan Zakariah.

Dari hasil pemeriksaan khusus Tim Terpadu, tanggal 19 Juli 2013, Mendagri mengeluarkan surat Nomor 700/3784/SJ yang berisi 2 poin, Poin Pertama : Mendagri menyatakan bahwa Bupati Buton Utara telah melakukan pelanggaran dan pembangkangan perundang-undangan, serta telah melakukan pelanggaran sumpah janji jabatan yang berkonsekuensi dapat diberhentikan sesuai pasal 27 (1) huruf e, pasal 28 huruf a dan f, serta pasal 29 (2) huruf d, e, f, Undang – Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah JO Pasal 123 (2) huruf d Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 Tentang Pemberhentian Kepala Daerah. Poin Kedua : Mendagri Menyatakan Bupati Buton Utara telah terindikasi menyalahgunakan keuangan Negara APBD/APBN dan menginstrusikan kepada inspektur provinsi Sulawesi Tenggara segera melakukan pemeriksaan khusus.

Menyikapi Surat Menteri Dalam Negeri tersebut, serta adanya aspirasi masyarakat untuk melakukan proses pemakzulan Bupati Buton Utara, Pimpinan DPRD Kabupaten Buton Utara telah menggelar rapat dan menelorkan Keputusan Nomor 07 Tahun 2013 tanggal 6 September 2013, yang memutuskan bahwa Pimpinan DPRD Kabupaten Buton Utara akan melaksanakan Konsultasi dan koordinasi secara berjenjang kepada Gubernur Sulawesi Tenggara dan Menteri Dalam Negeri RI. Berdasarkan keputusan tersebut, Pimpinan DPRD Kabupaten Buton Utara telah melakukan konsultasi kepada Gubernur Sulawesi Tenggara dan akhir September 2013 Pimpinan DPRD Kabupaten Buton Utara juga telah melakukan konsultasi dengan Mendagri Cq. Inspektur Jenderal Kemendagri. Hasil konsultasi Pimpinan DPRD Kabupaten Buton Utara dengan Inspektur Jenderal Kemendagri menghasilkan kesimpulan bahwa pihak Kemendagri berjanji akan memfasilitasi dengan memanggil 20 anggota DPRD Kabupaten Buton Utara dalam rangka penjelasan proses pemakzulan Bupati Buton Utara sesuai surat Mendagri No. 700/3784/SJ tanggal 19 Juli 2013. Namun hingga saat ini janji Kemendagri belum terlaksana.

Ditengah keterdesakan tuntutan pemakzulan, Gubernur Sulawesi Tenggara sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, yang mestinya mendukung langkah kebijakan Menteri Dalam Negeri, justru tiba – tiba mengusulkan kepada Mendagri bahwa dalam rangka melegalisir pembangunan perkantoran satuan kerja Kabupaten Buton Utara yang dibangun di Ereke di luar Ibu Kota, Gubernur meminta kepada Menteri Dalam Negeri agar mengeluarkan Peraturan Pemerintah merevisi Undang – Undang RI Nomor 14 Tahun 2007 dengan memindahkan Ibu Kota Kabupaten Buton Utara dari Buranga ke Ereke.

Menyikapi usulan tersebut, Mendagri menanggapinya secara normatif, seraya menyatakan bahwa pemindahan Ibu Kota kabupaten memang dimungkinkan dalam perundang-undangan yang berlaku, tapi itu hanya bisa dilakukan bila ada kerja sama pemda dan masyarakatnya. Jawaban Mendagri ini menunjukan kelemahan Gamawan Fauzi dalam menegakan perundang-undangan negara dan wibawah pemerintah, serta menghadapi pembangkangan Bupati Buton Utara Ridwan Zakariah. Usulan Peraturan Pemerintah (PP) revisi undang – undang hal pemindahan Ibu Kota Kabupaten Buton Utara sontak membuat geram beberapa pejabat kedirjenan otda kemendagri.

Usulan Peraturan Pemerintah Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Buton Utara dari Buranga ke Ereke ditolak dan tak disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri, apalagi dasar Bupati Bupati Buton Utara secara administrasi maupun teknis belum ada. Kemendagri tetap tegas akan memberikan sanksi kepada Bupati Buton Utara atas pelanggaran dan pembangkangan perundang-undangan yang dilakukannya, sesuai mekanis peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline