Lihat ke Halaman Asli

Bagaimana Caranya untuk Menjadi Sempurna

Diperbarui: 26 Februari 2022   15:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kompetitif dalam bersaing serta optimis dan ambisius dalam memenangkan perlombaan. Itulah gambaran yang ada dalam diriku. Sejak dulu, kedua orang tuaku telah menerapkan pola asuh yang dapat dikatakan cukup keras tanpa memikirkan bagaimana rasa lelah yang akan kudapatkan. Belajar, persaingan serta menjadi juara adalah hal-hal yang harus kuturuti juga kuraih demi mencapai keinginan mereka.

Mungkin terasa menyenangkan jika memenangkan ranking teratas sampai juara olimpiade. Tetapi semua keadaan berbalik ketika pada saat aku memasuki bangku mengengah atas. Seluruh nilaiku turun drastis, membuatku terkejut akibat perubahan yang tak pernah kusangka sebelumnya. Aku tidak terkalahkan, aku selalu menjadi nomor satu. Namun mengapa semuanya tiba-tiba menjadi seperti ini?

Bulir keringat mulai bercucuran, badanku menegang kaku dan tanganku gemetar saat memegang lembaran laporan akhir ujian semester pertama di kelas sepuluh. Perlahan tubuhku merosot ke lantai, seiring dengan air mata yang ikut membanjiri. Kudongakan kepala, kini aku dikelilingi oleh teman-temanku yang menatap kebingungan karena suara tangisan penuh keputus asaan dariku yang terdengar semakin kencang.

Pandangan yang mereka berikan seolah menegaskan bahwa aku ini adalah orang aneh. Meski begitu, tak lama satu persatu dari mereka pun memilih untuk meninggalkanku sendirian di dalam kelas.

Aku telah gagal. Lihat! Betapa bodohnya aku.

Waktu sekolah telah usai, saatnya kembali ke rumah. Tentunya bersama ketakutan yang sedari tadi kucemaskan. Aku memberikan hasil laporan ujian semester yang dipenuhi oleh tinta merah itu pada Mama. Dan apa yang kutakutkan, akhirnya terjadi juga. Mama marah besar. Sampai-sampai tanpa belas kasihan, kepalaku dipukuli oleh gulungan buku catatan tebal. Cacian serta makian kasar juga ikut terdengar keluar dari mulut Mama.

"Kamu bodoh! Dengan nilai seperti ini, kamu berharap menjadi apa, hah?! Sangat memalukan!"teriaknya dengan mata yang melotot.

Lalu kulihat tangan kanannya beralih mendorong kepalaku. Meski begitu, aku tidak berani menghindar. "Apa yang kamu lakukan selama ini? Cara belajar kamu bagaimana sampai nilai yang kamu dapatkan bisa hancur?! Dengar ya, Mama sudah keluar uang banyak untuk membiayai kamu sekolah. Kalau nilaimu jelek seperti ini, lebih baik keluar saja!"

Mama kembali mendorong tubuhku. Bedanya kali ini hingga terjatuh. Jujur saja, tubuhku terasa sakit semua. Aku hanya menangis tanpa suara berharap Papa yang sedang menatapku itu akan membelaku agar terhindar dari siksaan Mama. Tetapi pada kenyataanya, pandangan itu terasa penuh rasa benci.

Mama ... Papa ... salahkah aku?

Semenjak saat itu, kutata kembali jadwal belajarku lebih padat dan intensif dari sebelumnya. Tidak peduli seberapa kerasnya aku belajar hingga menjadikan kepalaku terasa ingin pecah. Yang paling penting, aku harus membuat Mama dan Papa bangga. Aku ingin kembali menjadi kebanggaan keluarga, si nomor satu dan tidak pernah terkalahkan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline