Lihat ke Halaman Asli

Larik Asa

Diperbarui: 22 Mei 2016   21:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pinandihita yang lagi dirindukan oleh Tuan Putri Sekar Panjalu terlihat serius dalam latihan olah kanuragan. Sudah seminggu lebih dia berlatih. Suara cengkerama dedaunan yang melenakan, tertawaan burung prenjak, ejekan binatang melata serta hembusan angin pepohonan yang dingin hanya melewati telinganya. Dia benar-benar tenggelam dalam mempraktekkan jurus-jurus kanuragan tingkat tinggi karya gurunya Pendekar Pujangga Sakti. Jurus-jurus sakti yang diterjemahkan dari kalimat sakti ‘bukan pena yang menulis’.

Setelah seharian berlatih, Pinandihita merasakan tubuhnya memenat. Angin hutan Dandaksa terasa begitu semilir menyapa dan mengajak tubuhnya beristirahat. Ketika dia hendak mengaso, terdengar suara cuitan burung rajawali. Suara itu mengingatkannya pada anak Rajawali yang pernah ditolongnya ketika pertama kali dia tersesat di hutan Dandaksa. Dia ingat betul dengan jenis suaranya. Dengan kemampuan meringankan tubuhnya dia hinggap di puncak dahan pohon tertinggi. Dan betul, burung itu adalah rajawali yang pernah diselamatkan dari perkelahian dengan harimau buas penghuni hutan Dandaksa.

Dengan melentingkan tubuh dan senyum dikulum diapun memanggil sahabatnya itu: ‘Hei…, Rajawali, darimana saja kau gerangan….?’. Yang dipanggil hanya mengepak-ngepakkan sayap sambil mengeluarkan suara kaokan sebagai pertanda senang dan bahagia. Bahagia karena mendengar suara yang dikenalnya dan melihat sosok yang pernah menolongnya. Tanpa segan Pinandihitapun langsung hinggap di atas badan rajawali tersebut. Yang ditunggangi merasa tidak terbebani dan langsung melesat terbang tinggi ke udara.

‘Rajawali, kemana kau akan membawaku?’, sapa Pinandihita dengan wajah ceria meski sedikit perih terasa di raut wajahnya karena terpaan angin.

Disela deru suara angin kencang, Rajawali itu membawa Pinandihita pada ketinggian dan kemudian menukik tajam seakan-akan mengajak sang penunggang bercanda. Sang penunggang dengan kecerdasannya yang diatas rata-rata para remaja, memahami dengan cepat maksud si burung itu. Untuk mengimbanginya, Pinandihita melakukan salto di udara sambil sesekali hinggap dipunggung sang burung.

Ternyata Rajawali itu membawanya ke suatu tempat yakni hutan Kerja Bakti dimana burung itu tinggal bersama para keluarganya dan juga sang empu yang memelihara mereka. Pada sebuah bukit cadas dengan bebatuan terjal dan pepohonan duri, tempat yang susah dijamah bagi manusia namun biasa didiami bagi keluarga Rajawali.

‘Hei Rajawali emas, rupanya engkau membawa tuan baru…’, sambut sang empu pemelihara yang sedang bercengkerama dengan keluarga si burung di sebuah dataran di atas bukit bebatuan.

‘Saya yang masih kecil ini menghaturkan salam pada tuan pemilik peliharaan ini’, jawab Pinandihita sambil berjumpalitan dan kemudian bersoja setibanya dia di atas tanah.

‘Jangan sungkan anak remaja…., insting burung ini kebanyakan benar dalam memilih tuannya’, sambung orang tua itu dengan ramahnya. Orang tua ini merasa simpatik dengan anak remaja ini. Dia merasa aura kedamaian menyelimuti anak remaja itu. ‘Pasti ada sesuatu yang berbeda dari anak remaja ini dengan remaja seusianya’, gumam orang tua itu.

Orang tua itupun memulai percakapan dengan Pinandihita. Dalam percakapannya yang berlangsung lama, rasa simpatik itu berubah menjadi rasa suka cita karena ternyata dugaannya tepat semuanya dengan kenyataan.

‘Pinandihita, jadi engkau menyelamatkan rajawali emas ini dari serangan harimau buas Hutan Dandaksa dan kemudian mengobati luka-lukanya…., sungguh sebuah kebetulan yang berujung pada perjodohan’, ucap orang tua itu dengan nada santai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline