Lihat ke Halaman Asli

Murka Sang Prabu

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disekuel sebelumnya diceritakan bagaimana punggawa wasita dan gurunya berkelebat secepat angin menuju penginapan sekutunya yaitu pangeran ural. Mereka berkelebat dikarenakan dokumen perjanjiannya berhasil dicuri berkat kecerdikan dan kerjasama antara satria kembara dan ratu copet.

Keberhasilan misi satria kembara dan ratu copet, menimbulkan kegemparan para pejabat tinggi istana. Tak terkecuali panglima kebo sora yang baru saja kembali dari pertapaannya. Rapat tertutup langsung digelar sebagai reaksi dari keberhasilan misi mengungkap pengkhianatan punggawa wasita. Rapat tertutup hanya dihadiri oleh patih nirwasita, begawan sokalima dan para senopati pilhan yaitu senopati jalasutra, elang biru, kembara dan mentari.

Dipermulaan rapat, suasana nampak hening. Sribaginda menampakkan kemurkaannya dan benar-benar tidak habis pikir dengan kelakuan bawahan yang merupakan salah satu kepercayaannya.

Tiba-tiba petir menggelegar di siang bolong. Seluruh penduduk negeri antah berantah terkaget-kaget termasuk yang hadir di ruang pertemuan istana.

Bagi sebagian penduduk negeri antah berantah, mereka percaya bahwa petir di siang bolong itu hanya fenomena alam biasa atau sebuah kewajaran. Namun ada beberapa dari mereka yang menganggap hal itu sebuah ketidakwajaran dan diliputi oleh tanda tanya besar, 'ada apa ini?'.

'Kurang ajar benar si wasita itu!!!!, kurang apa saya mempercayai dan memberikan dia dan keluarganya kedudukan mulia di negeri ini..!!!!', murka sang raja yang membuat seisi ruangan terdiam. Hening bahkan terkesan mencekam.

'Saya angkat dia dari prajurit rendahan sampai menjadi punggawa kepercayaanku, benar-benar manusia tidak tahu diuntung....!!!', lanjut sri baginda.

Suasana semakin hening dan mencekam. Yang hadir dipertemuan tak ada yang berani menengadahkan wajahnya.

'Duh..., gusti penguasa jagat raya, apakah ini pertanda bahwa saya kurang adil dalam bertindak ataukah ini awal dari kehancuran negeri antah berantah.....', suara sri baginda terdengar mulai menurun dan malah cenderung serak. Diapun diam terhenyak di kursi kebesarannya.

Suasana yang tadi hening mencekam berubah mencadi hening memilukan. semua yang hadir mulai berfikir bagaimana mengentaskan kesedihan sang prabu dari hatinya.

Meskipun saat ini adalah saat yang tepat bagi mereka untuk menghibur sang prabu dari kesedihannya, namun sebagai abdi dalem pinilih mereka lebih tahu saat yang lebih tepat untuk berbicara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline