Tangerang Selatan – Polri adalah singkatan dari Kepolisian Republik Indonesia. Polri merupakan lembaga keamanan dan kepolisian Republik Indonesia yang memiliki banyak tugas penting dalam melindungi masyarakat Indonesia. Sebagaimana tertera pada Pasal 13 UU No. 2 tahun 2002, tugas Polri di antara lain adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Namun, tugas dan fungsi Polri yang tertera pada pasal tersebut tidaklah sepenuhnya dijalani dengan baik. Banyak sekali rentetan-rentetan pelanggaran HAM yang disebabkan oleh aparat kepolisian. Terutama di 10 tahun terakhir, tepatnya pada kepemimpinan Presiden Joko Widodo, tercatat ribuan laporan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan atau melibatkan aparat kepolisian. Hal ini membuat kepolisian selalu menjadi posisi teratas yang dilaporkan tiap tahunnya selama masa pemerintahan Presiden Jokowi.
Rentetan pelanggaran HAM yang melibatkan aparat kepolisian, menjadi sejarah pahit yang membekas di hati masyarakat. Meski sudah terjadi beberapa tahun silam, tentu tidak mudah untuk melupakan kejadian-kejadian yang mengerikan itu. Tragedi Kanjuruhan misalnya. Meski tragedi tersebut terjadi pada tahun 2022, masyarakat masih terus mengingat bagaimana tragedi kelam tersebut terjadi dan memakan banyak korban.
Selain itu, pelanggaran-pelanggaran yang melibatkan aparat kepolisian tidak hanya terjadi di dalam lingkup masyarakat saja. Pelanggaran juga sering terjadi di lingkup instansi kepolisian itu sendiri. Salah satu contohnya adalah kasus polisi tembak polisi yang terjadi pada tahun 2022. Brigader J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, dinyatakan tewas karena baku tembak sesama polisi. Setelah melalui persidangan berjilid-jilid, akhirnya terungkap Brigadir J sengaja dibunuh. Ternyata, otak pembunuhan berencana ini tak lain adalah atasan Brigadir J, Ferdy Sambo yang saat itu menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
Sebenarnya, masih banyak sekali rentetan-rentetan pelanggaran yang melibatkan aparat kepolisian. Mulai dari pelanggaran kecil, hingga pelanggaran yang sangat besar. Namun, Kepolisian Republik Indonesia di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, tidak semuanya berkesan buruk. Beberapa masyarakat menganggap bahwa Polri telah melaksanakan tugas sebagaimana mestinya. Masyarakat menilai kinerja dan kesigapan Polri perlu diacungi jempol, meski masih ada yang perlu diperbaiki.
Tidak hanya itu, dalam 10 tahun terakhir atau selama periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo, kasus pemberantasan narkoba terus diberantas oleh kepolisian melalui Direktorat Reserse Narkoba bersama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN).
Berdasarkan data BNN, dari tahun 2014 hingga tahun 2018 jumlah kasus narkotika meningkat sebesar 170,5 persen, atau dari 384 kasus menjadi 1.039 kasus. Namun, hingga 2021, jumlah kasus mengalami penurunan menjadi 766 kasus. Lalu di awal tahun 2024, Polri juga berhasil mengamankan 17.855 kasus narkoba dan membuat 18 juta jiwa masyarakat terselamatkan.
Melihat bagaimana sisi negatif serta sisi positif Kepolisian Republik Indonesia, penulis berharap pada kepemimpinan presiden yang baru ini, aparat kepolisian terus meningkatkan integritas. Penulis juga berharap bahwa pejabat tinggi di instansi kepolisian yang memiliki pengaruh buruk, agar segera dibersihkan. Selain itu, penulis juga berharap kepada masyarakat supaya saling bekerja sama dengan aparat kepolisian dalam menciptakan keamanan dan ketertiban. Karena bagaimanapun, akan sulit menciptakan kedamaian dan keharmonisan, jika tidak ada kerja sama yang baik antara masyarakat dengan Kepolisian Republik Indonesia.
Hasbi As Sidiq, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pamulangda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H