Beberapa tahun terakhir terma Islam Nusantara menjadi bagian dari narasi yang terus digaungkan di Indonesia oleh tokoh, ormas dan elit politik. Gagasan ini dianggap sebagai alternatif terhadap meningkatnya ancaman islam politik yang semakin besar pengaruhnya di Indonesia.
Menurut mereka, Islam Nusantara adalah gagasan yang dianut dan diikuti oleh Muslim di Nusantara yang membuat mereka berbeda dengan Muslim di tempat lain, khususnya di Timur Tengah.
Gagasan ini diyakini sebagai akulturasi antara Islam sebagai agama dan budaya Indonesia. Prof. Dr. Said Aqil Siradj, menyebutkan bahwa gagasan Islam Nusantara keluar sebagai perspektif dan tradisi baru Islam, yang bersifat damai, toleran, inklusif, nasionalis, dan demokratis dibandingkan dengan budaya Muslim di Timur Tengah, yang eksklusif, ekstremis, dan tidak toleran.
Itu sebabnya, menurut beliau, wilayah Timur Tengah menderita perang yang panjang dan belum berakhir, dan konflik antara, kelompok etnis, agama dan politik sebagai dampak dari budaya mereka sendiri.
Islam Nusantara diyakini sebagai solusi baru untuk menciptakan Islam dan dunia Muslim yang lebih baik dan damai.
Dalam salah satu seminar internasional di salah satu kampus Islam Negeri beberapa tahun lalu, seorang Cendekiawan Muslim berargumen, bahwa hari ini kita harus berubah pikiran tentang di mana kita harus belajar Islam.
Sejak dulu sampai hari ini kita selalu berpikir bahwa untuk mempelajari Islam harus berada di Timur Tengah, tetapi hari ini yang harus diubah: bukan kita, tetapi mereka (Muslim di Timur Tengah) harus datang ke sini di Indonesia untuk belajar tentang Islam dan budaya Islam yang damai di Indonesia.
Meski terlihat Indah, tapi konsep ini punya deretan problem konseptual yang akan menjadi boomerang sendiri bagi gagasan ini. Sejak awal gagasan ini banyak ditolak, termasuk di kalangan internal Nahdatul Ulama yang berbeda pandangan dengan pengurus -- pengurus inti pusat yang getol menawarkan konsep ini.
Setidaknya ada dua masalah strategis dari gagasan Islam Nusantara yang berpotensi meruntuhkan bangunan konsep dari ide ini:
Pertama, Para pendukung Islam Nusantara gagal mendefinisikan secara koheren apa yang mereka maksud dengan Islam Nusantara. Apakah ia mazhab pemikiran baru tentang Islam khas Indonesia atau yang lain.
Mengklaim bahwa istilah tersebut dilihat dari perspektif budaya tidak begitu relevan karena istilah "Nusantara" tidak hanya mencakup Indonesia secara geografis tetapi juga semua negara Asia Tenggara, terutama negara-negara mayoritas Muslim seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.